HR9808@IKRAR - adalah wadah bebas bukan partisan yang memfokus kepada kebajikan rakyat.
Singkatan;IKRAR (Ikatan Kebajikan Rakyat)
"REFORMIS BUKAN HANYA GELARAN ATAU PEJUANG YANG BERJUANG KERANA MENGHARAPKANNYA!"
5 jULAI
Dalam kesibukan di Malaysia yang UMNO terpaksa memberi jawapan rela soal naisb UMNO dari sudut aqidah dan syariat, berbeza pula kondisi di Indonesia. Salah sebuah gerakan dakwah di Indonesia yang punya jaringan antarabangsa memberi pandangan mereka soal kepimpinan. Saya bentangkan di sini agar kita dapat menilai perubahan yang berlaku dalam negara kita dan dunia amnya. Jelas sekali bahawa ada indikasi:
1. Umat semakin mahukan solusi real dalam hal bernegara dan nasib mereka. Janji dan manupulasi dari sistem yang ada sebelum ini sudah membuatkan mereka bingung kerana tidak pernah berhasil sepenunhnya. Yang ada hanya janji kosong dan perebutan kuasa dan harta.
2. Umat kedepan akan lebih terbuka soal berpandangan apatah lagi jika dakwah berjalan dengan pesat terutama di Indonesia. Soal siapa yang paling benar dakwahnya bukan inti lagi kerana yang penting umat sudah mahukan solusi dari Islam. Fenomena ini pasti menerima tentangan dari mereka yang berkepentingan tetapi inilah suasana baru khasnya di Indonesia.
3. Umat makin berani menyatakan keinginan dan kekecewaan mereka kepada sistem yang ada. Dan inilah yang seharusnya menjadi tahap tanda bagi semua gerakan Islam. Jangan sampai dinilai oleh umat badan dakwah tersebut terlalu bermain dengan politik yang akhirnya menghilangkan jati diri dasar dari dakwah itu sendiri. Para pejuang kebenaran harus memahami dan lebih serius melihat kondisi ini.!!
4. Sebagai teman dalam perjuangan, Hizbut Tahrir juga harus meningkatkan komitmen kerjasama dengan semua pihak di Indonesia atau di mana sahaja bagi mencapai matlamat yang sama. Dunia yang kompleks dan sistem musuh yang terkedepan seharusnya semua pihak berlapang dada dengan keupayaan masing-masing. Kita semua adalah hero dan tidak ada siapa yang mampu menjadi hero sendirian. Inilah yang pernah diingatkan oleh Asyyahid Dr. Abdullah Azzam sehingga kabilah-kabilah yang ada di Afghanistan disatukan dalam satu barisan dan berdepan dengan musuh Islam( Rusia) masa itu dan sekarang (Amerika). Alhamdulillah sejarah telah membuktikan apa yang diusahakannya mencapai hasil.Tetapi musuh tahu siapa yang mengatur segalanya ini dan mereka mengebom beliau sehingga syahid. Hal ini berakibat kepada perpecahan kembali sehingga sampai sekarang masalah di Afghanistan belum dapat diselesaikan. Musuh tidak pernah tidur dan mereka akan terus merancang, maka ayuh sdr ku dari semua gerakan bangun berbuat sesuatu untuk masa depan Islam. Kaum salafi atau wahabi atau apa juga nama kaumnya mari merenung bersama bahawa musuh sudah berada ditengah-tengah kita. Mereka sedang asyik memasang perangkap untuk menghancurkan kita semua.!! Ayuh buka mata mu..!! Buka telinga mu!! fokuskan kepada kesatuan atas dasar yang jelas iaitu Aqidah dan Islam yang satu. Jangan berpecah belah lagi..Ianya memang sukar tetapi inilah sahaja jalan untuk menang dan tidak ada jalan lain.!!
Pernyataan Hizbut Tahrir Indonesia : Soal Pemilihan Presiden 2009
Minggu, 05/07/2009 08:33 WIB
Pada 8 Juli mendatang akan diselenggarakan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009. Pemilihan presiden dan wakilnya, dalam Islam termasuk dalam pasal pengangkatan kepada negara (nashb al-ra’is), yang hukumnya terkait dengan dua konteks, yaitu person dan sistem.
Dalam kaitannya dengan person, Islam menetapkan bahwa seorang kepala negara harus memenuhi syarat-syarat pengangkatan (syurutul in’iqadz), yaitu sejumlah keadaan yang akan menentukan sah dan tidaknya orang menjadi kepala negara.
Syarat-syarat itu adalah (1) Muslim; (2) Baligh; (3) Berakal; (4) Laki-laki; (5) Merdeka; (6) Adil atau tidak fasik; dan (7) Mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai kepala negara. Tidak terpenuhinya salah satu saja dari syarat-syarat di atas, cukup membuat pengangkatan seseorang menjadi kepala negara menjadi tidak sah.
Adapun kaitannya dengan sistem, harus ditegaskan bahwa siapapun yang terpilih menjadi kepala negara wajib menerapkan sistem Islam. Ini adalah konsekuensi akidah dari seorang kepala negara yang Muslim. Selain itu, dalam Islam, tugas utama kepala negara adalah untuk menjalankan syariat Islam dan memimpin rakyat dan negaranya dengan syariat tersebut. Hanya dengan cara itu sajalah, segala tujuan mulia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan tercapai. Memimpin dengan sistem yang lain, selain Islam sudah terbukti tidak pernah menghasilkan kebaikan, malah kerusakan dan bencana. Lebih jauh al-Qur’an menyatakan:
”Dan, siapa saja yang tidak memerintah berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (Q.s. al-Maidah [05]: 44)
”Dan, siapa saja yang tidak memerintah berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang dzalim.” (Q.s. al-Maidah [05]: 45)
”Dan, siapa saja yang tidak memerintah berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang fasik.” (Q.s. al-Maidah [05]: 47)
Nas-nas tersebut merupakan peringatan yang keras dari Allah kepada siapa saja yang berkuasa dan memerintah bukan dengan hukum Allah.
Selain itu, al-Quran surah an-Nisa ayat 59, Allah SWT memerintahkan orang beriman untuk taat kepada ulil Amri. Ayat itu juga menegaskan, adanya waliyul amri tidak lain adalah demi tegaknya syariat Islam. Sebab, perintah taat kepada ulil amri tersebut mengiringi perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, mewujudkan ulil amri yang menegakkan syariat Islam hukumnya wajib. Meninggalkannya jelas maksiat, dan berdosa. Sebaliknya, mewujudkan ulil amri yang menghalangi tegaknya syariat Islam, atau justru menegakkan sistem sekuler, berarti keberadaannya itu membawa masyarakat dan negara untuk maksiat, bukan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini jelas haram. Karena tindakan tersebut nyata-nyata melakukan apa yang justru dilarang oleh Allah.
Kerahmatan Islam sebagaimana dijanjikan oleh Allah juga hanya mungkin bila syariat Islam tersebut dilaksanakan secara kaffah, menyeluruh dan konsisten. Kepala negara yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, pasti akan memimpin negara dan masyarakatnya dengan melaksanakan syariat-Nya dengan penuh taat pula. Dia juga akan mendorong setiap Muslim untuk tekun beribadah, menjaga makanan dan minuman halal, menutup aurat dan berakhlak mulia serta bermuamalah secara Islami. Dengan syariat, dia akan memimpin negara untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang berakhlak mulia, aman, damai, sejahtera; menyediakan pelayanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur transportasi dan komunikasi, air dan listrik kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya melalui aparat birokrasi pemerintah yang bertindak jujur, sungguh-sungguh dan amanah sehingga apa yang disebut good governance dan clean government benar-benar dapat diwujudkan. Disamping itu, dengan syariat pula kepala negara akan menyelesaikan berbagai persoalan di tengah masyarakat. Dia dengan tegas melarang pornografi, pornoaksi dan perjudian; menghukum setimpal para koruptor dan para penjahat lain; mengatasi kemiskinan dengan menumbuhkan ekonomi, menggiatkan sektor usaha dan investasi sehingga lapangan kerja terbuka, melarang penimbunan uang dan praktek ribawi dalam segala jenisnya agar uang terus berputar dan ekonomi juga terus tumbuh.
Karena itu, kepala negara di dalam Islam jelas berbeda dengan kepala negara dalam sistem sekuler. Meski sama-sama dipilih rakyat, dalam sistem sekuler kepala negara dipilih rakyat untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, dalam arti rakyatlah yang berhak membuat undang-undang, maka kepala negara wajib melaksanakan undang-undang yang sudah dibuat oleh para wakil rakyat itu meski itu bertentangan dengan syariat. Dengan kata lain, kepala negara dalam sistem sekuler berkewajiban memimpin negara dan mengurusi urusan rakyat dengan hukum sekuler, bukan dengan syariat Islam.
Dalam Islam, karena yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT, bukan rakyat ataupun kepala negara. Maka, kepala negara yang dipilih rakyat berkewajibang melaksanakan hukum Allah dengan cara mengadopsi syariat Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah yang dinilai sebagai pendapat terkuat untuk dijadikan undang-undang negara, dan dengan undang-undang itu kepala negara mengurus segala kepentingan masyarakat.
Dengan demikian, kepala negara dalam sistem politik Islam merupakan perwujudan dari kekuasaan di tangan rakyat guna mewujudkan kedaulatan syariat, bukan kedaulatan rakyat. Di sini, umat atau rakyat melalui momen Pilpres ini sebenarnya ikut menentukan, apakah hukum yang diterapkan nantinya adalah hukum Islam ataukah hukum thaghut? Apakah kedaulatan tetap berada di tangan manusia, seperti selama ini? Ataukah akan berubah di tangan syariat, sebagaimana yang dituntut oleh Allah?
Berangkat dari kenyataan di atas, maka dalam memilih kepala negara, setiap Muslim harus memperhatikan hal berikut:
Memilih kepala negara yang memenuhi syarat-syarat pengangkatan (surutu al-in’iqadz), yakni Muslim (haram mengangkat kepala negara non-Muslim), laki-laki (haram mengangkat kepala negara wanita), baligh, berakal, adil (konsisten dalam menjalankan aturan Islam), merdeka dan mampu melaksanakan amanat sebagai kepala negara. Selain syarat-syarat tadi, diutamakan kepala negara memiliki syarat afdhaliyah (keutamaan) seperti mujtahid, pemberani dan politikus ulung.
Bersedia mengubah sistem sekuler yang ada, dan melaksanakan syariat Islam secara kaffah, menyeluruh dan konsisten. Kepala negara memiliki seluruh otoritas yang diperlukan untuk melaksanakan hukum, maka tidak alasan untuk menunda apalagi menolak melaksanakan syariat Islam.
Memilih kepala negara yang mampu menjamin kekuasaan atas negeri ini tetap independen (merdeka), dan hanya bersandar kepada kaum Muslim dan negeri-negeri Muslim, bukan kepada salah satu negara Kafir imperialis atau di bawah pengaruh orang-orang Kafir. Dengan kata lain, kepala negara mampu mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya, bukan justru sebaliknya membiarkan negeri ini tetap dalam cengkeraman kekuatan penajajah, baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya dan keamanan.
Oleh karena itu, umat Islam di Indonesia sebagai pemegang kekuasaan dalam momentum pemilihan kepala negara saat ini, hendaknya betul-betul menyadari hal ini. Sebab jika tidak, maka mereka tidak saja berdosa di sisi Allah, tetapi telah nyata-nyata menjerumuskan negeri ini dalam kemiskinan, kemunduran, keterpurukan, dan membiarkannya terus-menerus dikuasai penjajah.
Jakarta, 02 Juli 2009/9 Rajab 1409 H
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: Ismaily@telkom.net
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
silakan komen dan beri pandangan anda untuk kebaikan semua!!