Singkatan;IKRAR (Ikatan Kebajikan Rakyat)
5 jUN
Semoga bahan yang kami persembahkan ini bermanfaat bagi semua terutama para khatib dan imam di mana sahaja anda berada. Soal bahan mungkin dari tulisan sdr yang kami ubahsuai sedikit sebanyak bagi kesesuaian semasa dan bahasa. Bahan-bahan ini bisa anda copy dan paste ke words dengan design bebas dari anda sendiri. Jika ada yang mahu memberi sumbangan bahan untuk risalah khutbah sila emel sebelum hari khamis. Mana-mana bahan yang terpilih akan kami hargai dengan kadar kemampuan kami. Syaratnya mudah:
1. Bahan adalah cetusan asli dari anda sendiri dengan rujukan yang jelas, padat dan tuliskan nama.
2. Mengena dengan konsep asas khutbah atau risalah ilmiah dan tidak mencela personal seseorang.
3. Menerbitkan di blog atau tidak adalah hak admin sepenuhnya.
4. Bahan-bahan ini juga akan diterbitkan sebagai rujukan di masa akan datang samada dalam bentuk buku dll.
5. Menulis dengan penuh adab dan akhlak sehingga berbekas di hati semua.
Khutbah pertama:
Akibat Mentaati Para Pemimpin Dan Pembesar Sistem Dajjal
Minggu, 03/05/2009 06:36 WIBNabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa setelah ummat Islam melalui babak ketiga era Akhir Zaman dimana yang memimpin adalah para Mulkan ’Aadhdhon (ParaRajayang Menggigit), maka selanjutnya ummat Islam akan mengalami babak keempat dimana yang memimpin adalah para Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon merupakan babak dimana ummat Islam dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang masih menamakan dirinya para Khalifah. Artinya, sistem formal kehidupan bermasyarakat dan bernegara masih disebut Khilafah Islamiyyah. Dengan kata lain sistem pemerintahan yang berlaku masih merupakan sistem pemerintahan Islam. Lalu mengapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebutnya dengan istilah Mulkan (Para Raja)? Sebab dalam pola suksesinya mereka menerapkan sistem warisan kekuasaan. Bila seorang khalifah wafat maka yang menggantikan adalah anaknya. Bila ia wafat maka yang menggantikan adalah anaknya lagi. Demikian seterusnya.
Kemudian apa yang dimaksud dengan istilah ’Aadhdhon (Menggigit)? Yang dimaksud dengan menggigit ialah menggigit Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Para khalifah di babak ketiga masih ”minggigit” dua sumber utama warisan suci ummat Islam. Tapi tentunya berbeda dengan para pemimpin di babak sebelumnya, yaitu babak kedua, yang dijuluki Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai Khilafatun ’Alah Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang Mengikuti Sistem/Metode Kenabian). Para Khulafa ar-Rasyidin yang mengisi babak kedua bukan ”menggigit” Al-Qur’an dan As-Sunnah, melainkan mereka ”menggenggam” kedua sumber utama tersebut. Ibarat orang mendaki bukit, lalu diberi seutas tali, tentunya lebih aman dan pasti bila ia menggenggam tali tersebut hingga mencapai puncak bukit daripada ia menggigit-nya.
Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon berlangsung sangat lama yaitu sekitar tigabelas abad alias 1300-an tahun. Subhanallah..! Babak ketiga tersebut diawali dengan berdirinya kerajaan Daulat Bani Umayyah. Kemudian diikuti dengan Daulat Bani Abbasiyyah. Lalu terakhir ditutup dengan era Kesultanan Ustmani Turki yang akhirnya runtuh pada Maret 1924 Masehi atau 1342 Hijriyyah. Selama masa yang demikian panjang ummat Islam mengalami aneka jenis pemimpin. Ada di antara mereka yang tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang sangat adil dan bijaksana seperti Umar bin Abdul Aziz. Beliau sedemikian dihormatinya hingga sebagian ulama menjulukinya sebagai Khalifah Rasyidah kelima sesudah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ’Affan dan ’Ali bin Abi Thalib. Namun ada pula mereka yang tercatat sebagai khalifah yang zalim sehingga memenjarakan ulama-ulama besar semacam Imam Ahmad bin Hambal. Namun betapapun zalimnya pemimpin di masa itu, tak pernah kita dengar ada seorang ulamapun yang menganjurkan untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah resmi. Mengapa? Karena sistem yang berlaku masih merupakan sistem Islam alias Khilafah Islamiyyah. Masyarakat masih bisa berharap bahwa bila pemimpinnya berganti dengan yang adil, niscaya akan terjadi perbaikan keadaan. Yang penting fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak keluar dari bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah.
Hadirnya para Khalifah di babak ketiga yang berlaku zalim di tengah masyarakat inilah yang seringkali menjadi sasaran tembak musuh-musuh Islam untuk menghilangkan keyakinan serta kerinduan ummat Islam akan hadirnya kembali sistem Khilafah Islamiyyah. Para manipulator sejarah itu menggambarkan seolah bila khilafah wujud kembali berarti ummat Islam akan memiliki pemimpin-pemimpin zalim. Seingga kezaliman oknum-oknum khalifah tertentu di masa lalu menjadi justifikasi untuk menggeneralisasi kezaliman sistem Khilafah.
Setelah runtuhnya pemerintahan Islam Khilafah Islamiyyah pada tahun 1924, mulailah ummat Islam memasuki babak keempat era Akhir Zaman yang dijuluki Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai babak kepemimpinan Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Pada hakikatnya peralihan kehidupan dari babak ketiga menjadi babak keempat merupakan peralihan dari kepemimpinan Islam dan ummat Islam atas sebagian besar wilayah dunia kepada kepemimpinan kaum kuffar Barat atas sebagian besar wilayah dunia. Sejak saat itu praktis ummat Islam sudah kehilangan tongkat kepemimpinan dunia. Mulailah dunia dipimpin oleh fihak kaum kuffar Barat, dengan Inggris dan Amerika sebagai komandan utamanya.
Perang Dunia pertama merupakan puncak upaya kaum kuffar barat untuk memusnahkan eksistensi Khilafah Islamiyyah Kesultanan Ustmani Turki dari peta dunia. Dan Perang Dunia kedua merupakan puncak upaya kaum kuffar Barat untuk memastikan berdirinya sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang berlandaskan prinsip Nasionalisme alias Kebangsaan. Itulah sebabnya setelah berakhirnya Perang Dunia kedua lahirlah Badan Dunia di bawah kendali penuh kaum kuffar Barat bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagai ganti dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara berdasarkan aqidah Islamiyyah berupa Khilafah Islamiyyah, maka dunia selanjutnya diperkenalkan dengan sistem baru kepemimpinan dunia yang berlandaskan Nasionalisme bernama PBB. Sejak hari pertama berdirinya badan dunia ini sudah jelas terlihat adanya diskriminasi dimana beberapa negara kafir barat tertentu memperoleh hak istimewa menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan memiliki hak veto pula.
Jadi saudaraku, perbedaan paling mencolok antara kehidupan ummat islam selama babak pertama, kedua dan ketiga dibandingkan dengan babak keempat ialah bahwa selama ribuan tahun babak-babak tersebut berlangsung ummat Islam masih hidup di bawah sistem yang berlandaskan aqidah semata dan mereka dipimpin oleh sesama saudara berimannya dengan senantiasa mengembalikan berbagai urusan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Masyarakat hidup di bawah naungan Syariat Islam dan merasakan keadilan Hukum Allah. Namun begitu memasuki babak keempat segera tarjadi perubahan fundamental. Masyarakat tidak lagi hidup di bawah naungan Syariat Islam dan tidak lagi merasakan keadilan hukum Allah. Lalu yang memimpin pada skala dunia adalah kaum kuffar, hukum yang berlaku adalah hukum buatan manusia alias hukum Jahiliyyah.
Ketika masih hidup di tiga babak sebelumnya ummat Islam benar-benar merasakan bahwa misi utama mereka hadir ke muka bumi dapat diwujudkan, yaitu pembebasan manusia dari penghambaan sesama manusia untuk hanya menghamba kepada Allah. Sedangkan begitu memasuki babak keempat kembali terjadi penghambaan manusia atas sesama manusia. Kalaupun perasaan menghamba kepada Allah hadir, maka ia hanya berlaku dalam urusan pribadi seperti sholat dan ibadah ritual keagamaan lainnya. Adapun urusan sosial, politik, ekonomi dan budaya seolah berjalan dengan menyingkirkan nilai-nilai penghambaan manusia kepada Allah. Peralihan babak ketiga menjadi babak keempat merupakan bukti kebenaran firman Allah:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ
قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).” (QS Ali Imran ayat 140)
Saudaraku, kita sedang menjalani masa kepemimpinan kaum kuffar. Allah telah memutuskan untuk memindahkan giliran kepemimpinan dunia dari orang-orang beriman kepada kaum kuffar. Ini merupakan era paling kelam dalam sejarah Islam. Pada era inilah ummat manusia diperkenalkan (baca: dipermainkan) oleh aneka ideologi buatan manusia. Ada Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Nasionalisme, Pluralisme, Sekularisme, Liberalisme, Humanisme dan belakangan ini yang paling gencar dipromosikan oleh ”pemimpin dunia” Amerika ialah Demokrasi. Bahkan Demokrasi telah dijadikan alat untuk membedakan mana negeri beradab dan mana yang bukan. Demokrasi menjadi alasan untuk melakukan invasi ke negeri-negeri Islam seperti Irak dan Afghanistan. Demokrasi menjadi alat untuk menentukan apakah suatu negara patut dipuji lalu didekati atau dimusuhi kemudian dijauhi. Demokrasi menjadi alat untuk memisahkan antara kalangan Islam Moderat dengan Islam Fundamentalis.
Pantas bilamana seorang penulis Muslim berkebangsaan Inggris menyebut dunia sejak runtuhnya Khilafah Islamiyyah menjadi laksana sebuah Sistem Dajjal. Sebuah sistem kafir dimana segenap lini kehidupan telah diarahkan oleh nilai-nilai Dajjal. Bertentangan dengan sistem Kenabian yang dibimbing oleh nilai-nilai rabbani ajaran Islam. Dalam dunia modern dewasa ini hampir semua fihak berhasil ”dijinakkan” oleh para pemimpin kafir yang memimpin dunia. Tanpa kecuali negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslimpun telah banyak yang berhasil dijinakkan sehingga tunduk kepada kehendak para Mulkan Jabbriyyan tersebut.
Kepemimpinan babak keempat disebut Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dengan julukan Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak), karena dalam pola kekuasaannya mereka hendak memaksakan kehendaknya seraya mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya. Bila pemerintahannya bercorak totaliter, maka kehendak penguasanya bersifat individual. Bila pemerintahannya bercorak demokratis, maka kehendak penguasanya bersifat kolektif perpaduan kekuasan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Yang manapun corak pemerintahannya, satu hal yang pasti ialah berlaku di dalamnya penghambaan manusia atas manusia lainnya. Penghambaan masyarakat kepada penguasa individual jika bercorak totaliter. Dan penghambaan masyarakat kepada penguasa kolektif bila bercorak demokratis.
Dalam Sistem Dajjal dunia dewasa ini, barangkali peringatan Allah di bawah ini perlu menjadi renungan kita bersama:
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ
وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا
السَّبِيلَا رَبَّنَا آَتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami ta`at kepada Allah dan ta`at (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta`ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS Al-Ahzab ayat 64-68)
Ya Allah, jadikanlah hati kami condong selalu kepada iman dan jadikanlah iman sesuatu yang indah dalam hati kami. Dan tanamkanlah kebencian di dalam hati kami akan kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Amin ya Rabb.-
Khutbah kedua:
Ustadz Abu Ridha
Antara Dunia dan Akhirat
Monday, 11/05/2009 11:31 WIB“Orang mulia tidak akan durhaka kepada Allah dan orang bijak tidak akan mengutamakan dunia daripada akhirat.” (Yahya bin Mu’adz*)
ما عصى الله كريم و ما اثر الدنيا على الآخرة حكيم
“Orang mulia tidak akan durhaka kepada Allah dan orang bijak tidak akan mengutamakan dunia daripada akhirat.” (Yahya bin Mu’adz*)
Pengutamaan dunia daripada akhirat dan prilaku maksiat adalah dua hal yang saling berhubungan. Kemuliaan dan kebijakan seseorang ditentukan sejauh mana dirinya mampu menghindari pengutamaan dunia atas akhirat dan prilaku kemaksiatan. Sebab, di dalam diri orang yang lebih mengutamakaan kehidupan dunia atas akhirat tumbuh kecenderungan yang kuat untuk merengkuh kenikmatan dunia dan mereguknya sepuas-puasnya tanpa mempedulikan akibat-akibatnya. Pemuasan kenikmatan dunia yang tidak terkendali hanya akan membiakkan kemaksiatan.
Tumbuhnya sikap lebih mengutamakan dunia atas akhirat dalam diri seseorang bermula dari kecintaannya kepada dunia yang tidak proporsional. “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS, al-Fajr [89]: 20).
Akibatnya, di dalam dirinya, terbentuk kecenderungan yang kuat untuk mementingkan urusan duniawi daripada urusan ukhrawi.
Kecenderungan itu kemudian menjadikan jiwanya lelah dikarenakan ia terus-menerus disibukkan oleh dunianya hingga berani meninggalkan kewajiban-kewajiban kemanusiaannya. Bahkan bisa jadi kecenderungannya itu mengkristal hingga membentuk orientasi hidupnya yang sarwa duniawi yang menyebabkan ia dilanda nestapa yang berkepanjangan.
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang pada pagi harinya menjadikan dunia ini kepentingannya yang utama, maka Allah akan melazimkan dalam hatinya tiga macam:
(1) kerisauan yang tak putus-putusnya untuk selamanya,
(2) kesibukan yang tak ada istirahatnya untuk selamanya,
dan (3) rasa kefakiran yang tak ada ujungnya untuk selamanya.”(HR, Abu Laits).
Refleksi orientasi duniawi seseorang dapat diamati pada keinginannya yang berkobar-kobar untuk dapat mereguk kenikmatan dunia sepuas-puasnya. Padahal, menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, seperti diungkap kembali dalam kitab Mawa’izh al-Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jailani, “minuman dan biusan dunia telah memabukkan dan memotong tangan dan kaki orang yang menggandrunginya. Ketika biusnya hilang, barulah ia sadar dan dapat melihat apa yang telah dilakukannya kepada dirinya.”
Demi mereguk kenikmatan dunia sepuas-puasnya manusia menggali dan mengembangkan ilmu pengtetahuan. Penggalain dan pengembangan ilmu pengtetahuan yang dilakukannya antara lain melahirkan teknologi yang dapat dijadikan alat dan sarana untuk merealisasikan kepuasannya dan memudahkan urusan hidupnya.
Seiring dengan kemudahan yang diraihnya, manusia semakin mudah pula melakukan eksploitasi kekayaaan alam hingga dirinya menjadi kaya dalam arti materi dan seolah-olah berkuasa atas dunia akan tetapi sejatinya miskin dan tidak berdaya secara nilai. Secara praktis bahkan ia dikendalikan oleh berbagai bentuk struktur ilmiah-tekno-ekonomis dan dicengkeram oleh komputerisasi yang diciptakannya sendiri. Dalam banyak kasus hal itu telah meneggelamkan kemuliaan kemanusiaan serta memusnahkan kebajikan dan kebijakannya.
Memang, penggalian, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekonologi yang tidak etis akan memuaskan nafsu manusia dalam satu sisi namun di sisi lain menenggelamkan kehidupan dalam lumpur kemaksiatan. Pada kenyataannya, teknologi yang tidak dikendalikan secara etis akan melahirkan kerusakan total terhadap alam dan lingkungan.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS, Rum [30]: 41). Selain itu, dan ini yang lebih parah, dapat menghilangkan hakikat manusia itu sendiri, yaitu fithrahnya yang hanif.
Ketika seseorang telah kehilangan martabat dan kemuliaannya, maka kecenderungan melakukan maksiat dan berbuat dosa semakin tidak akan dapat dibendung. Bahkan kemaksiatan akan menjadi arus utamanya yang menyebabkan dirinya, diluar kemauannya, terdampar di dunia dengan kondisi ketidakberdayaan dan kemerosotan kemanusiaan. Akibatnya eksistensinya tidak autentik lagi disebabkan telah kehilangan kemuliaan dan kebijakannya. Sayyidina Ali Ra berkata, "Barangsiapa yang menyembah dunia dan mengutamakannya di atas akhirat, akan mendapat akibat yang buruk".
Untuk mengatasinya setiap diri harus membuka diri bagi suara hatinya yang paling dalam. Suara hati dapat mengingatkan manusia dari kelalainnya terhadap dirinya sehingga ia kembali menjadi manusia yang sejatinya.
Allah Swt mengingatkan, "Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak menginginkan kecuali kehidupan duniawi" (QS, al-Najm [53]: 29).
Imam Syafi’i dalam syairnya mengetuk pintu hati manusia agar kembali menyadari hakikat dunia, tempat kita bergumul sementara, “Wahai orang yang gandrung dunia, ingatlah dunia ini tidak kekal. Sore dan pagi dating silih berganti.” Wallahu A’lam.
* Yahya bin Mu'azd, Abu Zakariya (meninggal 258 H) adalah seorang penceramah yang dikenal sangat zuhud yang tidak ada tandingannya di zamannya. Ia penduduk al-Rayy meskipun kemudian ia menetap di Balukh dan meninggal di Naisabur. Banyak kata-kata hikmah yang disusunnya yang berisi penekanan-penekanan tentang pentingnya kezuhu dan dan kewara'an. Selain itu kata-kata hikmah yang disusunnya begitu tajam dan menyentuh hati. Misalnya,
من خان الله فى السر، هـتك الله ستره فى العلانية
"Barangsiapa yang mengkhianati Allah dalam keadaan tersembunyi, maka Allah akan membukakan tabir pengkhianatannya dalam keadaan terang-terangan."
(Sila buat tambahan menurut keperluan setempat dan realiti yang ada)
KHUTBAH KETIGA..
Ustadz Samson Rahman
Pemimpin Yang Memburu Kekuasaan Dimurkai Allah
Kamis, 11/06/2009 08:22 WIBSalah satu ciri pemimpin yang sangat mungkin untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan adalah seorang pemimpin yang dengan sengaja dan ambisius berburu kekuasaan.
وَإِنَّ فِرْعَوْنَ لَعَالٍ فِي الأَرْضِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الْمُسْرِفِينَ ﴿٨٣﴾
"Dan sesungguhnya Fir'aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas "(Yunus: 83).
Setiap orang pasti mendambakan pemimpin yang dalam jiwanya mengalir nilai-nilai kemanusian, kebenaran dan keadilan. Sebab pemimpin merupakan penentu corak hidup masyarakat dan pola perilaku mereka. Di tangan pemimpinlah warna kehidupan bangsa sangat tergantung. Jika seorang pemimpin adil, keadilan akan dengan sangat gampang merayap.
Jika amanah mendarah daging dalam jiwa seorang pemimpin maka pengkhianatan akan surut. Jika cinta pada sesama mengakar dalam nurani seorang pemimpin maka damai akan terasa denyutnya.
Pemimpin adil adalah pemimpin yang senantiasa menjadikan kemaslahatan manusia di atas kepentingan dirinya. Dia senantiasa mengikuti semua perintah Allah dan meletakkan segala sesuatu tepat pada porsinya. pemimpin adil memiliki posisi yang demikian tinggi di sisi Allah. Mereka akan berada di atas mimbar yang bertabur cahaya di sisi Allah Sang Maha Pengasih.. Mereka akan mendapatkan naungan Allah di hari kiamat, saat manusia yang lain tidak mendapatkannya.
Doa pemimpin yang adil adalah doa yang akan diijabah oleh Allah. Semua itu didapatkan karena mereka telah mampu membendung arus hawa nafsunya, menahan rasa tamak dan angkara murkanya padahal dia mampu untuk mencapai dan melakukannya. Dalam jiwanya tertanam rasa takut yang dalam kepada Allah. Jiwanya diliputi cahaya Allah yang menggerakkan semua gerak dan aksinya.
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa penghuni surga itu ada tiga : "penguasa yang adil, seseorang yang berhati lembut pada kaum kerabat dan kepada setiap muslim, dan seorang kaya yang menjaga kehormatannya serta rajin sedekah."
Sebaliknya setiap manusia pasti tidak akan pernah membayangkan, menginginkan dan mendambakan pemimpin yang keji, kejam, jahat, culas, khianat dan zhalim. Mereka senantiasa tidak diinginkan ketidakhadirannya. Kehadiran pemimpin model ini hanya melahirkan kekeruhan dan kekumuhan. Baik kekeruhan sosial, ekonomi, politik dan budaya serta peradaban. Mereka hanya menghadirkan kerusakan yang senantiasa bergulir semakin besar dari hari ke hari.
Sebab pemimpin yang semancam ini yang ada dalam degup jiwanya adalah unsur-unsur destruktif yang meremukkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Kehadiran mereka menjadi parasit terhadap unsur-unsur konstruktif. pemimpin seperti ini adalah sejahat jahat manusia.
Fir'aun dalam kutipan ayat di atas adalah gambaran sosok pemimpin yang Allah murkai.. Dalam dirinya terakumulasi semua sifat dan sikap yang merusak. Sikap seweang-wenang dan melampaui batas adalah karakter paling merusak. Kesombongan, keangkuhan meliliti jiwanya. pemimpin yang Allah murkai bukan menghamparkan jalan lurus pada pengikutinya, sebaliknya dia menunjukkan jalan sesat bagi mereka.
Allah berfirman :
وَأَضَلَّ فِرْعَوْنُ قَوْمَهُ وَمَا هَدَى ﴿٧٩﴾
"Dan Fir'aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk "(Thaha : 79).
Tidaklah heran jika Rasulullah sering kali mengingatkan akibat yang akan diterima oleh para pemimpin yang zhalim, seperti Fir'aun. Rasulullah bersabda : "Ada empat golongan yang paling Allah benci : pedagang yang banyak bersumpah, orang fakir yang sombong, orang tua yang berzina, dan seorang pemimpin (penguasa) yang zhalim" (HR. An-Nasai).
Kezhaliman adalah perbuatan paling berbahaya. Kebijakan dan kejernihan berpikir tidak mungkin ada tempatnya dalam kezhaliman. Keterbukaan tidak akan pernah didapatkan pada diri pemimpin zhalim. Objektivitas pasti tidak akan mendapatkan ruang, kebebasan berekspresi pasti akan disumbat. Kezhaliman adalah bencana dan musibah bagi setiap orang. Allah melaknat dan mengutuk mereka, memandang rendah mereka. Allah murka pada mereka. Kutukan pantas mereka terima..
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan "Sesungguhnya orang yang paling Allah sukai dan yang paling dekat tempat duduknya di sisi-Nya adalah seorang pemimpin yang adil sedangkan orang yang paling Allah benci dan paling jauh tempat duduknya dari Allah adalah seorang pemimpin yang kejam (HR. Ahmad).
Pemimpin adil menghadirkan mamfaat, pemimpin zhalim menghadirkan mudharat. pemimpin adil menghadirkan maslahat, pemimpin zhalim menghadirkan mafsadat. pemimpin adil menghadirkan amanat, pemimpin zhalim menebarkan khianat. pemimpin adil menghadirkan aman dan damai, pemimpin zhalim menghidangkan kekacauan dan keresahan. pemimpin adil melahirkan cahaya, pemimpin zhalim menyuguhkan gulita.
Rasululullah mewanti wanti agar seorang pemimpin berlaku adil dan jangan menyimpang. Dalam Shahih Bukhari Muslim disebutkan : "Tidaklah ada seseorang hamba yang Allah beri kepercayaan untuk meminpin, kemudian pada saat matinya dia berada dalam melakukan penipuan terhadap rakyatnya, kecuali akan diharamkan atasnya untuk masuk surga."
Kekuasaan memang demikian menggoda dan banyak orang yang tidak sanggup untuk mengendalikannya. Alih-alih dia menjadi pengendali kekuasaan, sering kali seorang penguasa menjadi budak kekuasaan. Kekuasaan yang sering mendorong seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan jahat dan kejam bukan dia lawan, malah dia turuti karena dianggap sebagai kesempatan.
Tak heran kiranya jika kemudian tangannya menjadi tangan yang berlumuran darah dan air mata rakyatnya yang dizhalimi. Tangannya menjadi tangan diktator yang mengubur semua aspirasi. Nepotisme menjadi kaidah kekuasaannya, kolusi menjadi kamus pemerintahannya.. Penyimpangan menjadi menu sehari-harinya. Allah murka pada mereka, Allah marah pada mereka.
"Keadilan seorang pemimpin walaupun sesaat jauh lebih baik daripada ibadah tujuh puluh tahun "(HR. Thabrani). Sebuah negara akan senantiasa tetap tegak berdiri dengan keadilan dan akan runtuh punah bersama kezhaliman.
Salah satu ciri pemimpin yang sangat mungkin untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan adalah seorang pemimpin yang dengan sengaja dan ambisius berburu kekuasaan. Perburuan yang dilakukan bukan demi kebaikan ummat dan bangsa namun terkonsentrasikan untuk kepentingan diri, kerabat, kelompok dan pendukungnya. Kepentingan pendek dan sempit yang akan berujung kebuntuan . Seluruh geraknya adalah tipu muslihat dan makar.
Makanya Rasulullah bersabda : "Janganlah kamu meminta jabatan dalam pemerintahan. Karena jika kamu diberi jabatan karena permintaanmu, maka bebanmu sungguh berat. Tetapi jika kamu diberi jabatan tanpa kamu minta, maka kamu akan dibantu oleh orang banyak "(HR. Muslim).
Pemimpin yang Allah murka akan memiliki pandangan pendek dan picik dan tidak akan memikirkan masa depan yang sesungguhnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran tentang Fir'aun:
وَاسْتَكْبَرَ هُوَ وَجُنُودُهُ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ إِلَيْنَا لَا يُرْجَعُونَ ﴿٣٩﴾
"Dan berlaku angkuhlah Fir'aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami"(Al-Qashash : 39).
Semoga Allah menghadirkan pemimpin adil di tengah kita dan menjauhkan pemimpin yang Allah murkai dari tengah-tengah kita.
No comments:
Post a Comment
silakan komen dan beri pandangan anda untuk kebaikan semua!!