KOTA BHARU, 24 Jan (Hrkh) - Kira-kira 1.5 juta rakyat Palestin di Gaza sedia mati syahid dan tidak sekali-kali akan mengangkat bendera putih biar pun diserang secara rakus rejim haram Yahudi. Mereka bersedia meneruskan jejak sebagaimana dialami al Syahid Sheikh Ahmad Yassin, Rentisi dan Said Siam, bekas menteri luar Hamas yang menjadi korban keganasan Israel. "Kami bukan lagi menangisi rumah, sekolah, hospital dan harta benda lain yang musnah dibedil tentera Yahudi sebaliknya kemuliaan sekarang untuk menghadapi mati syahid. "Inilah cita-cita terbaik yang ada pada setiap rakyat ketika darah masih mengalir dan api masih menyala di bumi Palestin sekarang," kata seorang pemimpin Hamas, Najis Suris Al Ghaza. Beliau mendedahkan perkara itu pada program Solat Hajat Perdana dan Pelancaran Tabung Cakna Palestin di Stadium Sultan Mohammad Ke IV malam tadi. Program tersebut dianjur kerajaan negeri, dihadiri lebih 10,000 rakyat Kelantan pelbagai kaum. Mereka senada mengutuk keras keganasan tentera Yahudi ke atas umat Islam di Palestin sekarang. Najis berkata, umat Islam di Gaza sejak dahulu lagi yakin dengan janji Allah bagi memberi kemenangan kepada Islam dengan syarat umat menolong agamaNya. Kata beliau pembunuhan ke atas umat Islam di Palestin oleh tentera Yahudi bukan perkara baru, malah ia berlaku sejak 1948 lagi apabila Israel menceroboh bumi Palestin. Menurutnya rentetan keganasan Yahudi dapat dilihat di Sabra dan Satila pada 1984 apabila ramai umat Islam mati dibunuh dengan kejam. "Jangan mengharapkan Israel akan berdamai dengan umat Islam kerana ia tidak menjadi matlamat bagi mereka. Malah pemimpin Yahudi akan dianggap wira oleh rakyatnya apabila dapat melancarkan serangan ke atas umat Islam di Palestin. "Pemimpin yang berjaya mencetuskan peperangan akan dipuji rakyat Israel. Bagaimanapun mereka lupa kekuatan sebenar hanya dimiliki Allah Taala," katanya. Katanya juga Hamas di bawah Perdana Menteri, Ismail Haniyah akan terus bersama rakyat bagi menghadapi serangan Israel. Naib Presiden PAS, Dato' Husam Musa berkata, derma yang dikutip malam tadi akan digunakan bagi membantu rakyat Palestin sama ada bantuan ubat, makanan atau apa sahaja keperluan lain. Menurutnya program pelancaran Tabung Cakna Palestin diadakan bagi menggambarkan perkongsian penderitaan rakyat Kelantan tanpa mengira warna kulit dan agama terhadap umat Islam di Palestin. Timbalan Ketua Menteri Pulau Pinang, Mohd Fairuz Khairuddin berkata, sudah banyak resolusi yang dibuat di peringkat antarabangsa bagi mengutuk kekejaman Yahudi, namun mereka tidak pernah menghiraukannya. Oleh itu katanya Malaysia sebagai anggota Persidangan Negara Islam (OIC) perlu melakukan sesuatu termasuk menyerahkan desakan bertulis kepada Setiausaha Agong Bangsa-Bangsa Bersatu bagi membawa Israel ke Mahkamah Keadilan Antarabangsa. Beliau juga mendesak resolusi yang diputus pada persidangan khas parlimen Malaysia bagi mengutuk kekejaman Israel baru-baru ini turut dihantar kepada Parlimen Kesatuan Eropah dan lain-lain pertubuhan peringkat antarabangsa. "Namun berdasar kepada pengalaman lepas sebarang resolusi tidak pernah dihiraukan Yahudi, maka OIC perlu bertindak segera bagi menghantar pasukan pengaman ke Palestin. "Persoalannya adakah OIC mampu menghantar pengaman seperti yang pernah dilakukan di Bosnia Hergovina sebelum ini," katanya. Beliau juga berharap rakyat Malaysia kosisten memboikot produk yang ada kaitan dengan Amerika Syarikat dan Israel sebagai mengajar keangkuhan mereka. Ketua Penerangan KeADILan, Tian Chua berharap Malaysia mengiktirafkan kerajaan Hamas di Palestin kerana parti itu telah memenangi pilihan raya yang diadakan beberapa tahun lalu. Selain itu beliau meminta kerajaan mengambil langkah tegas termasuk memutuskan kerjasama pertahanan dengan Amerika Syarikat. Ini kerana kata beliau negara kuasa besar itu berhasrat menguasai sepenuhnya bumi Palestin melalui tindakan kroninya Israel. Pada akhir program itu pelbagai agensi kerajaan tampil mengisi Tabung Cakna Palestin. Kerajaan negeri melalui Setiausaha Kerajaan Negeri, Dato' Mohd Aiseri Alias menyumbang sebanyak RM500,000. Lebih RM1 juta berjaya dipunggut malam tadi. - mj _
Israel Gagal Total, Jubir Hamas Umumkan Semangat Kemenangan di Indonesia Minggu, 25/01/2009 11:44 WIB Perwakilan Hamas melakukan kunjungan ke negara-negara Arab dan negara Islam untuk menjelaskan kondisi perkembangan terakhir pasca gencatan senjata sepihak yang dilakukan, dan langkah apa yang akan dilakukan kedepan oleh rakyat Palestina. Juru Bicara Hamas Dr. Sami Abu Zuhair menegaskan, bahwa peperangan yang terjadi di Gaza adalah usaha Israel untuk menghentikan perlawann bangsa Palestina terhadap Israel, secara resmi tujuan utamanya adalah menghabisi Hamas. "Kami berpendapat apa yg diinginkan oleh Israel gagal total, jadi mereka gagal degan misinya itu. Dan sebaliknya kami merasa dan dengan kejadian ini adalah kemenangan bagi gerakan perlawanan Hamas. Roket-roket hamas tidak pernah berhenti selama peperangan itu terjadi, sebelum peperangan dan ketika peperangan terjadi, ketika peperangan itu sdh hampir mendekati Tel Aviv," katanya dihadapan pers, di Gedung DPR/MPRRI, Jakarta, Jum'at. Menurutnya, Hamas dengan segala kekuatannya yg dimiliki tetap berupaya untuk memperkuat pertahanan, dan sebaliknya Israel dengan apa yang diniatkan dalam peperangan itu gagal total. Hal yang membuat Hamas yakin dengan kemenangan itu, lanjut Sami, karena adanya tiga faktor, pertama tetap teguhnya masyarakat Palestina, kedua soliditas yang dimiliki oleh gerakan Hamas dengan seluruh sayap-sayap militernya, dan yang ketiga dukungan yang luar biasa dari negara Arab dan diluar Arab, termasuk Indonesia. Karenanya dalam kesempatan itu, Sami yang juga staf khusus Perdana Menteri Ismail Haniyah itu menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh bangsa Indonesia terhadap perjuangan yang dilakukan oleh bangsa Palestina melawan penjajahan Israel. Dan, Ia berharap dukungan itu tidak berhenti, akan terus menerus diberikan. Sebab, lanjutnya, dukungan terhadap Palestina yang diberikan oleh negara-negara Arab tidak kuat, karena pada kenyataannya masih banyak pemimpin Arab yang memberikan pernyataan negatif, meski tidak dipungkiri masih ada pula pemimpin Arab yang memberikan dukungannya. "Kami tidak memungkiri ada penguasa negara Arab yang memberikan dukungan, itu yang membuat kami lega. Tapi secara umum, memang bangsa Arab atau pemimpin negara Arab ini tidak terlalu kuat dukungannya terhadap Palestina, tetapi kami terus berusaha untuk menguatkan diri kami untuk menguatkan perlawanan ini agar tersebar semangat kemenangan ini bukan hanya di Palestina tetapi di bangsa-bangsa Arab,"tegasnya. (novel) Israel Akui Gunakan Fosfor Putih Minggu, 25/01/2009 12:09 WIB Setelah berkali-kali membantah, Israel akhirnya mengakui telah menggunakan zat kimia berbahaya berupa fosfor putih dalam agresi brutalnya ke Jalur Gaza. Zat kimia yang sudah dilarang penggunaannya oleh dunia internasional itu, menyebabkan kulit manusia terbakar hingga ke tulang. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel Yigal Palmor dan pihak Departemen Pertahanan Israel mengatakan bahwa pasukan Israel memang menggunakan zat fosfor putih, tapi ia membantah zat tersebut digunakan secara ilegal. Dephan Israel berdalih, penggunaan fosfor pitih hanya untuk membuat asap tebal tebal guna menghambat gerak dan perlawanan para pejuang Palestina. Seorang sumber di Dephan Israel mengatakan, semua orang tahu Israel menggunakan zat berbahaya tersebut, orang lain juga banyak yang menggunakannya. "Kami tidak berpikir masalah ini akan mendapat perhartian sebesar ini," kata sumber tadi. Faktanya, organisasi pemantau HAM Amnesty International mengatakan, mereka menemukan partikel-partikel fosfor putih di banyak lokasi yang menjadi tempat pemukiman warga sipil. Kantor lembaga bantuan PBB untuk pengungsi Palestina(UNRWA) termasuk tempat yang diserang dengan menggunakan fosfor putih. Pakar senjata asal Inggris, Chris Cobb-Smith yang sejak pekan kemarin berada di Gaza untuk menyelidiki penggunaan fosfor putih oleh militer Israel mengatakan, tidak ada alasan bagi Israel baik alasan militer maupun taktis, untuk menggunakan senjata kimia berbahaya terhadap warga sipil. "Jelas, senjata kimia ini akan menimbulkan bahaya bagi fisik manusia, bahkan bisa menyebabkan kematian dan bisa menghancurkan sebuah bangunan. Saya yakin, senjata ini digunakan murni sebagai bentuk teror dan untuk mengintimidasi warga sipil," ujar Smith. Salah seorang warga Gaza yang menjadi korban senjata kimia Israel, Sabah Abu Halima mengatakan, kulitnya terbakar dan rasanya sakit sekali. Rumah Abu Halima di Beit Lahiya, tanggal 5 Januari kemarin dihantam oleh misil Israel yang menyebarkan fosfor putih. Selain dirinya yang mengalami luka-luka, serangan itu menyebabkan lima anggota keluarganya syahid dan empat anggota keluarganya yang lain juga mengalami luka yang sama. (ln/iol) Hubungan Mesra Saudi-AS Sedang Terancam Minggu, 25/01/2009 13:03 WIB Mantan kepala intelejen Arab Saudi Pangeran Turki al-Faisal menyatakan bahwa hubungan baik antara AS dan Saudi yang selama ini terjalin erat, terancam renggang karena sikap AS tidak bersikap tegas terhadap sekutunya, Israel yang telah melakukan agresi dan pembantaian di Jalur Gaza. Pangeran al-Faisal mengungkapkan hal tersebut dalam wawancara surat kabar Financial Times yang terbit di London. Dalam wawancara itu, al-Faisal mendesak Obama untuk mengubah sikapnya yang tidak adil dalam masalah Israel-Palestina. Ia meminta Obama untuk mengutuk kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina, mendesak Israel agar menghentikan pembangunan pemukimannya di Tepi Barat, mendesak Israel agar mencabut blokade dan mendesak Israel agar menarik pasukannya dari wilayah Sheeba, Libanon. "Proses perdamaian, stabilitas dan hubungan AS-Saudi akan beresiko, kecuali pemerintahan AS melakukan langkah tegas terhadap Israel guna mencegah penderitaan dan pembantaian terhadap warga Palestina," kata Pangeran al-Faisal yang pernah menjadi dubes Saudi di AS dan Inggris. "Jika AS ingin tetap ingin memegang peran kepemimpinan di Timur Tengah dan ingin menjaga strategi aliansinya-khususnya hubungan spesial antara Saudi dan AS-maka AS harus mengubah secara drastis kebijakan-kebijakannya terhadap konflik Israel-Palestina," sambung al-Faisal. Ia juga mengatakan, Bush telah meninggalkan "warisan yang memuakkan" pada pemerintahan baru AS dan Bush telah berkontribusi atas pembantaian warga tak berdosa di Jalur Gaza. Pangeran al-Faisal mengatakan bahwa Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad sudah menulis surat pada Raja Abdullah yang isinya mendesak Saudi untuk memimpin jihad atau perang suci terhadap Israel. "Komunike sangat penting, karena pengakuan secara de facto atas kedudukan Saudi dari pihak yang selama ini dianggap musuh oleh Saudi menunjukkan bahwa agresi Israel ke Jalur Gaza telah menyatukan seluruh kawasan, Syiah dan Sunni," papar Al-Faisal. Sedangkan soal jihad, Pangeran Al-Faisal mengatakan, jika jihad yang menjadi pilihan akan menimbulkan kekacauan yang lebih besar di kawasan. Namun ia mengatakan tidak bisa mencegah jika ada warga negaranya yang ingin bergabung dengan masyarakat dunia untuk melakukan revolusi terhadap Israel. (ln/aby) Perlu Bantuan Secepatnya, Mesir Harus Bantu Buka Perbatasan Gaza Minggu, 25/01/2009 11:47 WIB Serangan bertubi-tubi yang dilancarkan Israel terhadap Palestina telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap infrastruktur di negara tersebut, belum lagi embargo yang dilakukan oleh Israel dan sekutu-sekutunya telah menyebabkan warga kesulitan menjalani kehidupan sehari-hari. Dibukanya perbatasan Rafah antara Palestina dengan Mesir sedikit meringankan himpitan beban yang dirasakan bangsa Palestina. "Bantuan kemanusian dan sebagainya, Alhamdulillah bisa sampai ke Gaza melalui gerbang perbatasan Rafah dan biasanya dikirim dari kota Harris di Mesir, dan kemudian dibawa ke Rafah untuk kemudian bisa masuk ke Gaza. Memang ada beberapa masalah, tapi Insya Allah bisa sampai dan tiba disana. Dan itu dilaksanakan setiap hari dibuka perbatasan itu beberapa jam sedikit," jelas Juru Bicara Hamas Dr. Sami Abu Zuhair dihadapan pers, di Gedung DPR/MPRRI, Jakarta, Jum'at. Ia mengakui, warga Palestina terisolasi secara luar biasa yang dilakukan selama lebih dari dua bulan, dimana sebelumnya selama dua setengah tahun hal itu telah dialami, menyebabkan warga Palestina mengalami krisis dan kekurangan suplay berbagai kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari. "Jadi kalau bicara apa yang dibutuhkan, semua kebutuhan kami sebagai masyarakat, sebagai manusia sangat kami butuhkan. Sangat sulit membuat prioritas," ujarnya. Untuk itu, sebagai perwakilan warga Palestina, Ia menuntut agar perbatasan Rafah dan perbatasan lainnya dibuka secara leluasa, sehingga apa yang dibutuhkan oleh seluruh masyarakat dapat tercukupi. Dalam kunjungannya dengan pejabat pemerintah dalam hal ini Ketua MPRRI Hidayat Nur Wahid, Sami menyinggung perluasan dukungan dalam bentuk kekuatan lain untuk terjadinya proses perubahan di Gaza, diantaranya merencanakan rekonstruksi kembali kota Gaza yang telah hancur akibat peperangan. (novel) Tragedi Genosida Gaza, Membongkar Segitiga Simbiosis Minggu, 25/01/2009 11:27 WIB Semakin panas bara api membakar mineral, makin jernih intan yang dihasilkan. Semakin dahsyat badai menerpa, makin kokoh pendirian pemegang risalah kebenaran. Tragedi pembantaian manusia di Gaza yang merenggut lebih dari 1300 nyawa hanyalah satu contoh, bagaimana sikap para pengecut yang bersembunyi di balik tabir perdamaian dengan tumpukan kepentingan, kini dengan sendirinya kedok mereka tersingkap dan diketahui oleh dunia. Sutradara dibalik skenario berdarah Gaza itu terlihat, bersamaan dengan ganasnya serangan Israel yang meluluhlantakkan Gaza ketika agresi 23 hari itu berlangsung, sehingga darah syuhada' tak kunjung kering menggenangi Jalur Gaza. Usai pemberlakuan gencatan senjata pun semakin memperjelas, pihak mana yang tidak punya itikad baik terhadap rakyat Palestina di Gaza. Sedangkan bangsa Arab, di mana mereka, mengapa mereka belum bisa berbuat banyak untuk Gaza? Para pemimpin Arab berbeda memandang kasus Gaza, mengapa? Dan siapa sebenarnya yang sedang berperang di Gaza? Ada indikasi degradasi pemahaman terhadap permasalahan Palestina, upaya penyusutan wilayah perang dari motif ideologis menjadi politis yang selalu diblow-up oleh sikap politik. Sehingga penggiringan opini ke arah perang bermotif politis mendominasi pemikiran beberapa pemimpin Arab. Penyempitan pemahaman wilayah perang yang semula terjadi antara Yahudi dan Muslim, kini menjadi perang antara Israel dan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas). Israel dan rekannya berusaha merusak citra Hamas yang semakin kuat dominasinya di Gaza. Diharapkan dari agresi Israel ke Gaza, Hamas tertuduh sebagai sumber permasalahan. Namun skenario itu gagal, justru dukungan terhadap pasukan perlawanan mengalir deras dari dunia internasional. Israel dan beberapa petinggi Arab yang loyal seketika jatuh reputasinya di mata dunia. Faksi-faksi perlawanan yang ada di Gaza justru menggabungkan diri dengan Hamas, seperti: Saraayaa Al-Quds (sayap militer Jihad Islam), Brigade Syuhadaa' Al-Aqsha (Fatah), Brigade An-Nashir Shalahudin (Perlawanan Rakyat), dan faksi-faksi kecil lain yang mempunyai tujuan sama untuk membebaskan tanah Palestina dari penjajah. Berbagai tanda tanya kemudian bermunculan. Kenapa Brigade Syuhada Al-Aqsha yang merupakan sayap militer Fatah bergabung dengan Al-Qassam, sayap militer Hamas? Bukankah selama ini Mahmoud Abbas (Abu Mazen), pimpinan Fatah selalu bersebrangan dengan Hamas? Mereka yang Berkepentingan Tidak bisa dilupakan bahwa sikap Israel terhadap Palestina sepanjang sejarah seperti pembantian di Qaana, Daar Yasin, Bahr El-Baqar, Shabra Shatilla, dan pembantaian lainnya, dalam rangka menggolkan narasi besar yang lama diimpikan, yaitu mendirikan Israel Raya yang membentang dari Sungai Nil sampai Eufrat di Iraq. Dalam peringatan ke-60 penjajahan Isreal (Yerussalaem, 15 Mei 2008) -setelah terbukti gagal dalam merealisasikan impiannya dalam waktu 50 tahun sejak 1948-mantan presiden AS, George W. Bush berpidato di hadapan Knesset, ia katakan bahwa dalam jangka waktu 60 tahun mendatang, Israel akan mempunyai tanah air independen. Harapan yang menjadi target ideologis ini menjadi motivator Israel dalam beriteraksi dengan Palestina. Melakukan apapun untuk mewujudkan mimpinya. Penghalang utama Israel untuk merealisasikan targetnya adalah pasukan Perlawanan, terutama Hamas yang memenangi pemilu legislatif tahun 2006. Maka agenda prioritas Israel dalam memuluskan rencananya adalah menyingkirkan Hamas. Rangkaian cara yang digunakan Israel untuk menekan Hamas, yaitu dengan memanfaatkan konflik internal Palestina antara Hamas dengan sebagian petinggi Fatah, seperti Mahmoud Abbas dan Mohammad Dahlan, dan bukan dengan seluruh eleman kelompok Fatah seperti yang dipahami kebanyakan orang. Konflik internal semakin memuncak ketika Hamas menguasai total Jalur Gaza, dengan melumpuhkan tentara Dahlan yang melakukan percobaan kudeta pada bulan Juli 2007 lalu. Wajah Fatah semakin buram ketika dokumen rahasia Dahlan yang memuat kerjasama dengan militer Isreal terbongkar di base-camp militer Fatah di Gaza. Sejak saat itu Abbas selalu memasang syarat ketika diajak berdialog dengan Hamas, yaitu dengan mengembalikan Gaza sebagaimana semula sebelum dikuasai Hamas. Sikap Abbas yang memecat pemerintahan rersmi Hamas pimpinan Ismael Haniyah tanpa landasan hukum yang jelas, membuktikan kebencian Abbas terhadap pemerintahan Hamas. Jauh hari sebelum berakhirnya masa kepresidenan Abbas (9 Januari 2009), Wakil Kepala Biro Pilitik Hamas, Musa Abu Marzosuq bersuara lantang menentang rencana Abbas memperpanjang masa tugasnya, karena dinilai inkonstitusional. Posisi Abbas semakin terjepit dengan kondisi internal Palestina. Kekesalan Abbas semakin tampak jelas ketika selalu menolak berdialog dengan Hamas, tapi justru memilih kerjasama dengan Zionis Israel dan AS. Salah seorang pemikir Islam ternama, Dr. Fahmi Huwaidi menulis dalam sebuah artikel dengan tema membongkar kerjasama Abbas dengan Ehud Olmert, dan upaya untuk mengakhiri pemerintahan Hamas. Beliau berkesimpulan, bahwa antara Israel dan Abbas jelas ada deal-deal politik yang saling menguntungkan. Ada kesamaan misi untuk menjatuhkan pemerintahan Hamas. Ketika agresi Israel ke Jalur Gaza berlangsung, sikap Abbas dalam menyelesaikan krisis di Jalur Gaza seakan tidak berpihak kepada rakyat Palestina. Hal itu terlihat ketika Abbas menolak hadir memenuhi undangan Amir Qatar, Syaikh Hamad ke KTT Gaza Darurat di Doha (Jumat, 16 januari 2009). Alasan ketidak hadiran dirinya itu dijelaskan Abbas via telepon, ia mengatakan bahwa dirinya mendapat tekanan, bahkan datang ancaman dari beberapa negara bahwa ia akan dibunuh, namun ia tak menyebut lebih lanjut siapa saja pihak-pihak yang mengancam kehadirannya itu ke KTT Doha. Satu pihak lainnya yang bersangkutan langsung dengan krisis kemanusiaan di Gaza adalah Mesir. Penyeberangan Rafah yang mempertemukan langsung Jalur Gaza dengan Mesir, mempunyai peran penting dalam menyelesaikan krisis Jalur Gaza bahkan Palestina secara umum. Namun kebijakan pemerintah Mesir yang menutup penyeberangan Rafah, memperjelas sikap Mesir sesungguhnya.Indikasi itu diperkuat dengan Statemen Presiden Mesir, Husni Mubarak yang menyatakan bahwa penyeberangan Rafah tidak akan dibuka kecuali atas kesepakatan pemerintah otoritas Palestina dan Uni Eropa. Di lain waktu Mubarak juga menegaskan bahwa Palestina adalah negara yang masih terjajah, maka pembukaan penyebrangan Rafah harus melalui izin dari pihak yang menjajah. Dengan kata lain Mubarak mengakui eksistensi negara Israel. Setelah Israel mengumumkan gencatan senjata, Mubarak kembali memberikan keterangan bahwa sejak awal peperangan, penyebrangan Rafah dibuka untuk menyalurkan bantuan obat-obatan dan kemanusiaan. Lebih aneh lagi statemen yang dilontarkan oleh Menlu Mesir, Abu Al-Ghaith. Ia mengatakan, "Penyeberangan yang kita miliki sangat kecil, tidak memungkinkan masuknya truk-truk besar yang membawa bantuan." Pernyataan itu semakin memperjelas tidak adanya komitmen pemerintah Mesir dalam membantu penyelesaian krisis di Gaza. Ada alasan mendasar yang membuat pemerintah Mesir seakan tidak berpihak pada Palestina. Yaitu kekhawatiran yang berlebihan terhadap Hamas yang diasumsikan sebagai cabang dari Jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun (IM) di Mesir. Jika Hamas semakin kuat dan bercokol bebas di Gaza bahkan menguasai pemerintahan, maka IM akan semakin menghambat dan mengancam kekuasaan Mubarak. Seperti yang dituliskan kolomnis ternama, Ibrahim Isa dalam koran harian Dustur terbitan Kairo. Ia menuliskan, bahwa Mubarak tak menyukai Hamas karena dirinya sangat membenci Ikhwanul Muslimin. Gencatan Senjata Sepihak Tanggal 16 Januari lalu Israel dan AS menandatangani MoU untuk gencatan senjata dan penghentian penyelundupan senjata ke Gaza. Kesepakatan itu tidak tertulis syarat gencatan senjata dan tanpa menarik pasukan Israel dari Gaza. Malam harinya pukul 02:00 dini hari waktu Palestina, tanggal 17 Januari Israel mengumumkan gencatan senjata. Pada hari yang sama pasukan perlawanan juga menyatakan gencatan senjata pada sore harinya, dengan syarat Israel harus menarik pasukannya dari Jalur Gaza dalam waktu sepekan. Belum sampai sepekan, pasukan Israel ditarik mundur dari Jalur Gaza. Bila dicermati hal ini, kesepakatan politis ini justru memperlihatkan kekalahan Israel, menandatangani kesepakatan gencatan senjata tapi dengan pihak lain yang tidak terkait langsung. Dan pernyataan gencatan senjata dilakukan tanpa syarat, secara tidak langsung memperlihatkan kekalahannya. Pasca penandatanganan MoU antara Israel dan AS, sebelum Israel mengumumkan gencatan senjata, Presiden Husni Mubarak seakan tampil sebagai pahlawan, menuntut Israel untuk menghentikan serangan ke Gaza. Fakta di lapangan menggambarkan seolah Israel mengabulkan tuntutan Mubarak. Pasalnya setelah statemen Mubarak, Olmert mengumumkan gencatan senjata. Bahkan Olmert secara terang-terangan mengatakan dalam Konferensi Syarmu Syeikh, bahwa gencatan senjata Israel untuk memenuhi permintaan Mubarak. Benarkah demikian? Kalau permintaan Mubarak bisa dikabulkan Israel, kenapa tidak meminta gencatan dari awal? Kenapa sampai menunggu ribuan nyawa rakyat Palestina melayang baru gencatan senjata diberlakukan? Ada hubungan kepentingan apa sebenarnya antara Israel dan Mubarak? Pertanyaan yang ini yang tidak bisa dijawab oleh perwakilan dari Partai Demokrat Nasional milik Mubarak ketika diwawancarai channel TV Al-Jazeerah. Terima kasih Olmert, dengan ulahmu para pengecut itu dengan sendirinya nampak di mata dunia. Wallahu A'lam bish Shawab. Profil Penulis: Ahmad Musyafa', Lc. Mahasiswa Pascasarjana di Universitas Al-Azhar Kairo Jurusan Dakwah dan Wawasan Islam. Direktur Studi Informasi Alam Islami (SINAI) Mesir masa juang 2008-2010 Email: el_bandawy@yahoo.com Web: www.sinaimesir.com
|