IKRAR (Ikatan Kebajikan Rakyat)
28 JAN
Berita menyanyat hati dari Gaza tak akan berhenti kerana kesengsaraan selepas perang lebih dahsyat lagi bila mereka terpaksa hidup dengan kadar yang amat menakutkan. Musim dingin yang membunuh lebih ramai lagi mereka yang terbiar akibat perang..
KESEJUKAN
Keluarga Palestin ini duduk di tepi unggun api untuk memanaskan badan di bawah runtuhan bangunan rumah mereka, semalam, yang musnah akibat serangan tentera Zionis di timur Jabalya, Tebing Gaza.
Kemudahan infrastruktur seperti rumah, elektrik dan bekalan air bersih yang hancur serta terputus dalam serangan Israel itu, dijangka mengambil masa yang lama untuk dipulihkan.
Keadaan tersebut lebih membimbangkan penduduk Gaza yang terdedah dengan bukan sahaja cuaca sejuk tetapi juga wabak penyakit. – AP
Netanyahu ikrar perluas penempatan Yahudi
BAITULMAQDIS 27 Jan. – Calon pilihan untuk memenangi pilihan raya Israel bulan depan, Benjamin Netanyahu semalam berikrar akan memperluaskan kawasan penempatan haram Yahudi di Tebing Barat jika beliau dipilih menjadi Perdana Menteri baru.
Pendirian Netanyahu itu disiarkan oleh agensi berita AP yang antara lain melaporkan:
* Netanyahu akan membenarkan kawasan penempatan Yahudi diperluaskan bagi menampung ‘pertumbuhan’ semula jadi iaitu bercanggah dengan tuntutan pelan damai anjuran antarabangsa yang menjadi asas rundingan damai.
* ‘Pertumbuhan semula jadi’ merujuk kepada pembinaan perumahan baru bagi menampung keluarga yang semakin besar di kalangan pendatang Yahudi. Sikap Netanyahu itu dijangka cetuskan pertelagahan dengan Amerika Syarikat.
* Tinjauan pendapat di kalangan penduduk Israel menunjukkan pemimpin parti Likud itu memiliki peluang terbaik memenangi pilihan raya yang akan diadakan dua minggu lagi. Netanyahu pernah memimpin Israel pada 1996 hingga 1999.
Haneyya gov’t slams Michel’s statements against the resistance as shameless
IkhwanWeb - Palestine
HRW accuses Israel, PA, and Egypt of suppressing pro-Gaza rallies
PIC&Ikhwanweb - United States
The international group asserted that people should be given the freedom to express their feelings towards certain events in a peaceful way, which wasn’t permitted in some countries in the Middle East.
"Peaceful demonstrations are an essential element of democratic societies and the basic right of every citizen," said Sarah Leah Whitson, Middle East and North Africa director at Human Rights Watch.
She added, "Middle Eastern regimes are throwing one symbolic shoe at Israel while using the other shoe to strike at domestic dissent."
HRW also said in its report that news reports accused the PA in the West Bank of banning pro-Hamas demonstrations shortly after Israel started its attacks on Gaza."Al Jazeera reported that on January 2, PA officials arrested demonstrators in Ramallah for waving Hamas flags, and clashed with student protesters in Bir Zeit on January 6. After the midday prayer on January 9, PA police in Ramallah fired tear gas to disperse a crowd of some 4,000 people, according to Al Jazeera."HRW also accused Israeli occupation of banning peaceful protests in the West Bank, the injury of one protestor and the report of a possible killing of a demonstrator.In Egypt, the influential Muslim Brotherhood, which is the largest opposition group in Egypt, has reported that 860 of its members have been arrested in recent days in connection with demonstrations protesting Israeli actions in Gaza. A January 16 demonstration in Tanta, north of Cairo, reportedly drew 15,000 participants. Police arrested eight journalists and beat some of them on December 31 while they were covering a demonstration in support of Gaza in Cairo"s Tahrir Square. They were later released. Also in Cairo police on January 16 prevented a planned demonstration near the US embassy and arrested some activists gathering near the embassy. In the Sinai Peninsula.Jordan, Saudi, Tunisia and Iran were also criticized by the HRW for denying their citizens the right to hold peaceful protests regarding the events in Gaza.
Israeli poll: Killing Palestinians shortest way to winning elections
PIC&Ikhwanweb - Palestine
Swiss MPs: We witnessed systematic destruction that was beyond our expectation
PIC&Ikhwanweb - Palestine
Monday, January 26, 2009
A Swiss parliamentary delegation has expressed shock at the sight of the vast destruction inflicted by the Israeli occupation forces on the Gaza Strip during three weeks of merciless attacks.
Anwar Al-Gharbi, the spokesman of the European campaign to lift the siege on Gaza that organized the visit in cooperation with a Swiss society, said that the delegates who arrived in Gaza via the Rafah crossing on Saturday toured the Strip and visited the Shifa hospital and the destroyed premises of the Palestinian legislative council over two days.
He said that the destruction was beyond the imagination of those delegates, adding that all vowed to convey what they have seen to the world and pledged to expose the IOF "war crimes".
Gharbi pointed out that the delegates would pressure for bringing those responsible for that destruction to an international tribunal, and added that the lawmakers have expressed rejection of Israeli detention of elected PLC members atop of whom came the speaker Dr. Aziz Dwaik.
Samantha M. Shapiro has a fascinating piece in New York Times on Egyptian youth using Facebook as a platform to organize anti-establishment protests. She uses the protests during the Israel-Palestine Gaza crisis as a starting point to outline a history of online activism in Egypt and specifically looks at how Facebook — the third most-visited website in Egypt with almost 800,000 members, almost a tenth of Egypt’s online population — has become the center of anti-Mubarak dissent in the country. As background, Egypt has been ruled since 1981 by Hosni Mubarak’s National Democratic Party under a permanent state-of-emergency law which severely limits freedom of expression and the right to assemble. As a result, some of the most prominent Islamic (Abdel Monem Mahmoud) and liberal (Wael Abbas and Nora Younis) activists in Egypt have turned to the internet to spread their message and organize their protests. The April 6 Youth Movement Facebook Group, which has more than 700000 members, is especially noteworthy. It was started last Spring by Esraa Rashid and Ahmad Maher to support the workers in Mahalla al-Kobra, an industrial town, who were planning to strike on April 6. Shapiro sees the April 6 Youth Movement as a liberal alternative to the Islamist Muslim Brotherhood (Wikipedia). She also compares it to Kefaya (see Wikipedia and RAND Corporation case study), or the Egyptian Movement for Change, the loose coalition of anti-Mubarak but ideologically diverse socialist, leftist and Islamist groups that emerged in 2004. However, the April 6 group has been far less successful in organizing offline protests recently, partly because of differences between Rashid and Maher. Shapiro also quotes Ethan Zuckerman, who refers to his “cute-cat theory of digital activism” —
Facebook has indeed emerged as an important platform to quickly mobilize support for causes (see DigiActive’s Introduction to Facebook Activism). However, it seems to me that Facebook has perhaps made activism too easy, whereas offline collective action remains difficult, resulting in a wide gap between online activism and offline action. Which leaves us with three questions: - How valuable is online activism without offline action? Catatan Perjalanan Tim MER-C: Detik-detik Memasuki Kota GazaSelasa, 27/01/2009 14:37 WIBSabtu (17/1), pukul 14.00 kami bersiap-siap untuk menuju perbatasan, semua pakaian kami bawa. Segenap peralatan medis untuk operasi berupa besi-besi yang beratnya membuat punggung pegal selama satu minggu ini kami putuskan ditinggal, mengingat kami akan melewati check point Israel. Perutku masih terasa begah karena belum kebelakang sejak kemarin. Entah makanan apa yang kutelan sehingga membuat perutku begini. Seingatku aku makan masakan Indonesia kemarin hari. “Ah dasar supir Mesir,” keluhku. Kami harus menunggunya mandi, makan dan merokok dulu sebelum akhirnya mobil berangkat ke perbatasan. Orang Mesir itu rata-rata ramah, apalagi yang masih tinggal di desa. Mereka pengertian, murah senyum dan sapa. Namun satu kebiasaan yang sepertinya tidak akan cocok dengan bangsa kita, ya itu lambreto. Tidak ada pembeli yang menjadi raja, jangan harap pembeli mendapat servis di sini. Pukul 16.00 kami tiba di perbatasan. Berkat surat sakti dari KBRI dan surat dari Kemenlu Mesir, hari-hari penantian yang panjang selama di Al Arish bolak balik ke Kairo berakhir sudah. Kami langsung dipanggil masuk melewati gerbang pertama perbatasan. Di balik jeruji para wartawan RI menyorotkan moncong kameranya ke arah wajah kami. Selama kami berjalan menuju imigrasi terus dibuntuti, sampai akhirnya kami melalui scanner imigrasi seperti mau masuk airport dan BOOOOOOOOOM!!!! Ledakan keras menyebabkan kaca-kaca di setinggi rumah tingkat dua berderak membusur ke dalam akibat tekanan udara yang begitu keras. Sejenak itu pula hampir semua orang di sekitarku bagaikan terhipnotis, terkejut dan terpaku melihat kaca seluas layar bioskop Jakarta Teater itu melengkung. Aku yakin, jantungku berhenti berdenyut sejenak saat itu. Dan pasti jantung orang-orang di sekitarku pun demikian. Dua detik berlalu dan orang-orang kembali bergerak seperti animasi yang ter'pause' sesaat. Berikutnya terdengar tawa para polisi yang menjaga scanner imigrasi sembari menyapa, "Welcome, It’s a hello from the Israeli welcome!!" Setelah menunggu cukup lama di Imigrasi, akhirnya pukul 17.00 kami disilahkan naik bus yang disediakan oleh pihak Mesir. Ketika kami di suruh naik, rasa was-was pun menghantui. “Kenapa cuma kami yang ada di dalam bus? Katanya kita akan bersama orang Perancis?” tanyaku dalam hati. Berikutnya kami harus membayar 91 pound Mesir atau sekitar Rp 180.000,- per orang untuk naik bus tersebut. Tiada daya dan kekuatan kecuali milik Allah, kami naik juga ke bus. Hanya kami berempat- orang Indonesia. Kemudian bus mulai bergerak meninggalkan imigrasi. Dan yang membuat kami kaget, ternyata bus hanya bergerak kurang dari dua menit, hanya sejauh kira-kira panjang lapangan bola internasional lalu bus pun berhenti. Eh kami sudah di Palestina!! Gaza!!! 91 Pound !!! Dua menit di bus!!!! Kira-kira pukul 17.15 kami turun dari bus. Di sinilah kami bertemu banyak orang yang hendak pergi ke Gaza. Kami disambut oleh banyak orang dan Red Crescent Palestina sebagai perwakilan otoritas Palestina. Dan tak lupa raungan UHV serta dentuman BOM menyambut kami di Palestina. Kali ini dentuman terasa jauh namun tetap mambuat hati tercekat. Setelah berbincang-bincang sebentar, gelap menghampiri, dan kamipun menunaikan shalat Maghrib berjamaah dengan orang sekitar. Aku tak kenal, tapi setiap orang punya profil tubuh dan wajah berbeda. Kurasa mereka dari negeri yang berbeda-beda. Kami bertayamum dan shalat di bawah rindangnya pohon-pohon, beralaskan tanah dan daun kering. Aku teringat berapa buku-buku yang kubaca tentang shalat pada jaman Rosul dan para sahabat. Tak terasa air mataku menetes. “Ya Allah… Aku rukuk bersama orang-orang yang rukuk dan sujud bersama orang-orang yang sujud, di tanah yang penuh dengan perjuangan, tanah Palestina.” Aku melirik jam tanganku, waktu sudah menunjukkan pukul 18.00. Kami meneruskan perjalanan. Kali ini kami pergi menggunakan ambulan sebesar minibus, berduyun duyun dengan ambulan yang lain. Di dalam ambulan kami ber 10 orang. Kami dari Indonesia berempat, dua orang dokter Mesir dan 4 orang dokter Turki. Ambulan bergerak menuju Syifa hospital yang berjarak sekitar 40 km dari perbatasan. Selama perjalanan aku benar-benar resah, demikian juga Pak Mursalim dan Bang Jose. Hanya Bang Sarbini yang tampak tenang. Aku tenangkan pikiranku dengan berdzikir dalam hati. Setelah 15 menit berlalu aku mulai tenang. Bang Sarbini telah asyik berbincang-bincang dengan dokter Turki. Sementara Pak Mursalim mendongak berdoa dan akhirnya jatuh tertidur. Bang Jose kulihat keningnya tidak berhenti berkerut, resah sekali. Hmm ini tampaknya beban tanggung jawab seorang ketua tim. Tiga puluh menit berlalu dan mobil ambulan yang kami tumpangi berhenti di depan Rumah Sakit Syuhada. Ambulan berhenti cukup lama sehingga aku sempatkan untuk turun dan melihat keadaan rumah sakit. Beberapa lama kemudian, ambulan pun kembali bergerak berduyun- Tiba tiba semua rombongan bus berhenti. Terdengar suara dalam bahasa Arab di radio HT dalam nada stress. Bus berhenti dalam waktu yang cukup lama sehingga membuat seluruh penumpang mulai merasa khawatir. Berita yang kudengar bahwa ada pertempuran di jalan dan ambulan harus berbalik arah mencari jalan lain. Kami melalui jalan yang berliku naik dan turun. Kali ini rombongan ambulan terpaksa berhenti karena ada perintah dari depan. “No body move! Don’t open the door! Keep your head out of the window!" Ambulan kembali berhenti cukup lama. Kulihat semua orang berkomat-kamit berdoa dan berdzikir. Aku tak tahu berapa lama ketegangan ini berlalu sampai akhirnya terasa dinding mobil dipukul dari luar, dan ambulanpun mulai bergerak perlahan. Setelah ambulan kami berlalu cukup jauh, dokter Mesir menjelaskan bahwa di samping ambulan berbaris tentara Israel menyembunyikan tank sewaktu ambulan berhenti tadi. Ketegangan itu telah berlalu, dan Alhamdulillah akhirnya kami tiba di Syifa hospital pukul 20.30.*** (dr. Indragiri, Sp.An. - Tim Medis MER-C untuk Palestina) Pergaduhan Pertama di Perbatasan Israel-GazaSelasa, 27/01/2009 16:28 WIBSebuah ledakan terjadi di wilayah Israel dekar perbatasan Jalur Gaza, Selasa (27/1). Ledakan itu menewaskan seorang tentara Israel dan melukai tiga tentara lainnya. Setelah peristiwa itu, warga Palestina di Khan Younis melaporan bahwa mereka mendengar tembakan dari tank-tank Israel dan pesawat-pesawat tempur Israel mengintari wilayah itu. "Sebuah benda eksplosif diledakkan di dekat tentara Israel yang sedang melakukan patroli di perbatasan," kata seorang sumber di kemiliteran Israel yang tidak mau disebut namanya. Sementara warga Khan Younis mengatakan, terjadi baku tembak antara tentara patroli Israel dan sekelompok warga Palestina bersenjata di perbatasan, setelah peristiwa ledakan itu. Sumber di kalangan medis di Gaza mengatakan, seorang warga Palestina bernama Anwar al-Dreim, 24, terbunuh di perbatasan Gaza namun belum jelas apakah Dreim syahid akibat tembakan artileri atau tembakan dari helikopter-helikopter tempur Israel. Peristiwa ini adalah insiden serius pertama yang terjadi sejak Israel dan pejuang Palestina di Gaza menyatakan gencatan senjata. Hamas tetap mendesak Israel dan Mesir membuka seluruh perbatasan dengan Jalur Gaza jika menginginkan gencatan senjata permanen dengan Hamas. Sampai hari ini, Israel tetap tidak mau membuka perbatasan, sedangkan Mesir memberlakukan buka tutup perbatasan. Uni Eropa menyampaikan keluhannya atas sikap Israel dan Mesir itu karena pengiriman bantuan kemanusiaan jadi terhambat karena masalah di perbatasan. "Yang paling kita butuhkan adalah akses, akses, akses. Kami kecewa karena pembukaan perbatasan untuk keperluan pengiriman bantuan kemanusiaan tidak dipatuhi seperti yang kami harapkan," kata Komisaris Hubungan External Uni Eropa, Benita Ferrero Waldner pada wartawan setelah melakukan pertemuan dengan para menlu Uni Eropa yang membahas krisis di Gaza. Menurut Ferrero, setiap harinya harus masuk sekitar 600 sampai 800 truk/lori pembawa bantuan kemanusiaan. Tapi saat ini, truk-truk yang bisa masuk masih sangat terbatas antara 50 sampai 100 truk per hari. "Jumlah itu sama sekali tidak cukup," kata Bernard Kouchner, menlu Prancis. Meski demikian, Uni Eropa tidak melakukan tekanan apapun pada Israel agar rezim Zionis itu membuka semua perbatasan Gaza. Beda dengan tekanan yang dilakukan Uni Eropa terhadap Hamas. (ln/mol) Bulan Sabit Merah Indonesia Berhasil Masuki Jalur GazaRabu, 28/01/2009 08:39 WIBRAFAH - Tim Kemanusiaan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Selasa sore pukul 15.30 waktu setempat (20.30 WIB), berhasil memasuki Jalur Gaza setelah memperoleh izin masuk Pihak Keamanan Mesir di penyeberangan Rafah. Rombongan yang terdiri 15 relawan kemanusiaan Indonesia ini diketuai dr. Basuki Supartono. Rombongan membawa dua unit ambulan yang rencananya akan diwaqafkan ke Jalur Gaza, disamping bantuan kemanusiaan lainnya. Kemudahan proses administrasi melewati penyeberangan Rafah yang sulit ditembus itu, tak terlepas dari adanya kerja sama Tim Relawan BSMI dengan pihak Kedutaan Besar RI di Kairo dan Asosiasi Kedokteran Arab di Mesir. Selain bantuan dari BSM Indonesia, bantuan juga datang dari Bulan Sabit Merah (BSM) Kuwait yang diizinkan memasuki Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah sekira pukul 17.30 waktu setempat (22.30 WIB). (SINAI/BSM)UNRWA; Pemulihan Gaza Butuh Dana 350 Juta DollarRabu, 28/01/2009 08:47 WIBWakil Komisaris Umum UNRWA, Filippo Grandi menyatakan bahwa UNRWA telah menyiapkan rencana untuk usaha pemulihan kondisi Gaza dalam waktu sembilan bulan, dan diperkirakan akan memakan biaya sebesar 350 juta dollar. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers seusai acara seremonial pembukaan Konferensi Dewan Pengawas Palestina ke 18 di Kairo (25/1). Ia menyatakan bahwa UNRWA telah mendapatkan sepertiga dana yang diperlukan. Saat ini UNRWA memerlukan banyak dana untuk pemulihan kondisi kota-kota lainnya selain Gaza. Grandi menyatakan bahwa saat ini ada tiga hal yang perlu diprioritaskan. Pertama, mewujudkan kesatuan Palestina, kedua, mewujudkan pemerintahan yang Palestina yang sah, dan terakhir memberikan bantuan finansial ke Gaza. Dalam hal ini UNRWA mempunyai beberapa langkah yang akan dilakukan. Langkah-langkah tersebut adalah: memberikan keamanan, dan membukan pintu-pintu masuk yang ada fi Gaza, dan memberikan bantuan finansial. Hanya saja saat ini UNRWA belum bisa memberi bantuan berupa uang karena jatuhnya nilai nominal mata uang di Gaza akibat perang. Menteri Luar Neger Mesir, Ahmad Abul Ghaith juga menegaskan bahwa konferensi berikutnya yang akan dilaksanakan bulan Februari nanti tidak hanya membahas usaha pemulihan Gaza, namun sekaligus untuk menyepakati mekanisme operasional dalam membangun Gaza kembali. Di hari yang sama, Tim Saudi Arabia juga menandatangani kesepakatan kerjasama dengan perwakilan UNRWA di Riyadh. Dr. Sa'id Al-Arabi Al-Haritsi, penasehat menteriluar negeri sekaligus ketua Tim Kemanusiaan Saudi Arabia, menyatakan bahwa bentuk kerjasama yang diberikan adalah dengan menyumbangkan dana untuk UNRWA sebesar 24.375.000 riyal saudi arabia atau senilai dengan 65 juta dollar AS. Al-Haritsi menyatakan bahwa bantuan ini terbagi dua. Pertama, bantuan finansial yang nilainya lebih dari 200 juta riyal atau 59 juga dollar dan yang kedua, bantuan bahan pokok sebanyak 70 truk yang membawa 770 Ton bantuan. Ia juga menyatakan bahwa selama perang, pihak kerajaan Saudi Arabia telah memberikan bantuan makanan untuk 270 ribu keluarga setiap hari bersama dengan WFP (World Food Programme) milik PBB. (SN/MKH) Memandang Rahmat Allah di GazaRabu, 28/01/2009 07:52 WIB"Rahmat" yang dalam bahasa Indonesia diartikan kasih sayang, adalah salah satu sifat mutlak Allah S.W.T. Hal ini diperkuat oleh "pengakuan" Allah sendiri dalam ayat Al-Quran yang berbunyi, "Dia(Allah S.W.T) telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang (Q.S Al An'am : 12), "dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu" (Q.S Al A'raf : 156) Berangkat dari keyakinan bahwa Allah adalah "Ar-Rahman" (Sang Maha memberi kasih sayang), maka segala yang Ia lakukan kepada makhluknya tentunya sarat dengan kasih sayang-Nya. Manusia, selalu beranggapan telah mendapat rahmat Allah apabila ia dilimpahkan kenikmatan, tetapi jarang manusia yang mengaku mendapat rahmat Allah ketika ia ditimpa musibah. Padahal telah jelas dalam ayat yang disebutkan diatas bahwa rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Kekejaman Zionis Israel terhadap rakyat Palestina telah meninggalkan luka mendalam, tidak kurang dari 1300 orang syahid dalam rentan waktu hanya 3 minggu. Angka 1300 bukanlah angka syahidnya para syuhada pejuang HAMAS saja, tapi termasuk didalamnya anak-anak kecil yang sama sekali tidak mengerti apa-apa tentang perang. Gaza tidak ubahnya seperti penjara manusia terbesar, dimana orang-orang yang berada didalamnya tidak mendapatkan apa-apa selain roket, tank dan senapan. Rentetan kejadian selam kurang lebih 3 minggu itu mengundang pertanyaan, mana bukti Rahmat Allah kepada makhlukNya? Kalau kita mau melihat lebih mendalam, setidaknya ada dua hal yang merupakan bentuk Rahmat Allah di Gaza. Pertama, syahidnya para bocah Palestina. Ini adalah bentuk Rahmat Allah S.W.T. Bagaimana? Bukankah Allah mengambil mereka sebelum mereka bisa berbuat dosa, adalah bukti bahwa Allah menyayangi mereka? Sesungguhnya para syuhada kecil yang telah mendahului kita pada saat ini telah tersenyum, merekalah yang disebutkan Allah dalam Al-Quran sebagai wildânun mukholladĂ»n, "Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan." (Q.S Al-Insan : 19) Kedua, teguran Allah kepada para pemimpin Bangsa Arab khususnya dan Umat Islam pada umumnya. Salah satu bentuk kasih sayang orang tua kepada anaknya adalah menegur bahkan menghukum anaknya ketika anaknya melakukan kesalahan. Apa yang terjadi di Palestina tidak ubahnya teguran kepada para pemimpin Bangsa Arab agar tidak hanya mementingkan kemakmuran bangsanya sendiri tanpa memerhatikan bangsa Arab lainnya yang sedang dalam keadaan perang. Apa yang terjadi di Gaza juga merupakan teguran bagi umat Islam pada umumnya agar mereka tidak hanya menjadi umat yang besar secara kuantitatif, tapi juga harus besar secara kualitatif. Hal ini adalah bentuk kasih sayang Allah ketika melihat umat-Nya "membandel". Percayalah, bahwa didalam segala sesuatu, tersimpan rahmat Allah. Wallahua'lam bisshowab- -------------------------- Profil penulis : Fazlul Rahman, Lc . Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo jurusan Dakwah dan Tsaqofah Islamiyyah. Email : ha_ana_dza_ind@yahoo.com
|