foto-foto aktiviti dakwah dan kemanusiaan

foto-foto aktiviti dakwah dan kemanusiaan

Tuesday, July 7, 2009

UMAT ISLAM DI REP CHINA TERANCAM..??

HR9808@IKRAR - adalah wadah bebas bukan partisan yang memfokus kepada kebajikan rakyat.
Singkatan;IKRAR (Ikatan Kebajikan Rakyat)

"REFORMIS BUKAN HANYA GELARAN ATAU PEJUANG YANG BERJUANG KERANA MENGHARAPKANNYA!"

7 JULAI

Mendengar, melihat dan menganalisa suasana dari China amat membimbangkan kerana ianya boleh memberi indikasi kepada kebangkitan dan kemusnahan. Apakah USA turut juga berperanan sehingga hal begini terjadi. Kita perlu meneliti beberapa isu sebelum ini yang jarang kita dengar kerana ditutup rapi oleh regim x komunis. Sementar saya tampilkan beberapa artikel sedutan dari beberapa web dan blog. I Allah setelah kita dapat memahaminya kita bersama dapat memberi pandangan.

China Memberlakukan Darurat, Akses Internet Diblokir

Selasa, 07/07/2009 11:48 WIB Cetak | Kirim
Pemerintah China memberlakukan situasi darurat di Xinjiang dan memerintahkan agar semua akses internet ditutup. Kebijakan itu diambil menyusul kerusuhan di ibukota Xinjiang, Urumqi sejak hari Minggu (5/7) kemarin. Korban tewas akibat kerusuhan itu mencapai 156 orang.

Kantor berita Cina, Xinhua melaporkan, polisi anti huru hara menangkap 1.500 orang dalam kerusuhan hari kedua, Senin kemarin. Pemerintah China menuding dalang kerusuhan di Xinjiang adalah tokoh-tokoh Muslim China Uighur di pengasingan, bekerjasama dengan kelompok pro-kemerdekaan yang juga terlibat kerusuhan di Tibet bulan Maret tahun 2008 kemarin.

Dalam pidatonya di televisi, Gubernur Xinjiang yang juga seorang Uighur, Nuer Baikeli menyebut "tiga kekuatan" yang dinilainya sudah memanfaatkan aksi protes massa. Menurut istilah yang digunakan pemerintah China, "tiga kekuatan" itu adalah kelompok separatis, kelompok militan dan kelompok ektrimis keagamaan.

Sebuah sumber di pemeirntahan China, seperti dikutip Xinhua, bahkan menuding kerusuhan itu didalangi oleh organisasi Kongres Uighur Dunia pimpinan Rabiya Kadeer. "Ini merupakan aksi kekerasan yang sudah direncanakan dan diorganisir," demikian laporan Xinhua.

Rabiya Kadeer yang kini mengasingkan diri di AS belum memberikan komentar atas tuduhan itu. Pemerintah China selama ini menuduh Rabiya memimpin gerakan separatis dan pernah dipenjarakan selama bertahun-tahun di China.

Sementara itu, komunitas-komunitas Ughur lainnya yang berada di pengasingan menolak tuduhan pemerintah China. Mereka mengatakan, kebijakan diskriminatif pemerintah-lah yang telah memicu aksi protes yang berujung pada kerusuhan dan aksi anarkis.

"Mereka menyalahkan kami untuk mengalihkan perhatian atas penindasan dan diskriminasi yang dilakukan pemerintah China terhadap Muslim Uighur," kata jubir Kongres Uighur Se-dunia, Dilxat Raxit dari tempat pengasingannya di Swedia.

Sudah bertahun-tahun masyarakat Muslim Uighur memprotes penindasan dan diskriminasi yang dilakukan pemerintah China. Pemerintah memberikan perlakukan berbeda terhadap Muslim Uighur dengan komunitas Han dari etnis China. Meski jumlah Muslim di Xinjiang lebih dari setengah dari 20 juta jiwa total populasi penduduk di wilayah itu.

"Pemerintah selalu merendahkan kami. Mereka bahkan tidak mau melihat kami karena kami dianggap sebagai manusia bermartabat rendah," kelih seorang Muslim Uighur yang membuka usaha dry-clean di Urumqi.

Ribuan massa hari Senin kemarin kembali terlibat bentrokan dengan 2.000 aparat polisi yang dikerahkan ke Urumqi. Kerusuhan itu menjadi kerusuhan paling buruk di Xinjiang. Pemerintah memberlakukan situasi darurat untuk mengendalikan situasi dan memerintahkan seluruh akses internet ditutup.

"Sejak hari Minggu malam, kami tidak mengakses internet," kata Han Zhenyu, seorang pemilik toko di Urumqi. (ln/aby/iol)

Berita sebelumnya...

Wilayah Muslim di China Diisolasi Pasca Aksi Protes

Senin, 06/07/2009 10:58 WIB Cetak | Kirim
Xinjiang, wilayah China yang mayoritas penduduknya Muslim diisolasi oleh aparat keamanan Negeri Tirai Bambu menyusul aksi massa yang berakhir dengan bentrokan dengan aparat hari Minggu (5/7) kemarin. Akibat bentrokan itu, tiga orang tewas dan lebih dari 20 orang luka-luka.

Kantor berita Xinhua melaporkan, pemerintah setempat tidak menyebutkan berapa banyak orang yang terlibat dalam kekacauan itu. Pihak pemerintah mengatakan bahwa mereka terpaksa mengerahkan aparat kepolisiannya untuk mengendalikan massa yang berkumpul di sejumlah titik di pusat kota dan mulai melakukan aksi anarkis seperti melempari bis-bis, membakar sejumlah kendaraan bermotor dan melakukan penjarahan.

Masih menurut Xinhua, tiga orang yang tewas dalam bentrokan antara massa dan aparat kemarin adalah warga biasa dari etnis Han. Namun Xinhua tidak menyebutkan apakah massa yang terlibat bentrokan hanya dari satu etnis tertentu dan apa motif dibalik aksi massa yang berujung dengan bentrokan itu.

Seorang saksi mata yang tidak mau disbeut namanya mengatakan, awalnya cuma beberapa ratus orang saja yang melakukan aksi protes, tapi kemudian jumlahnya mencapai ribuan. Para pengunjuk rasa berjalan ke pusat kota Urumqi-ibukota Xinjiang-, mengalihkan arus lalu lintas dan mulai melempari bis-bis yang lewat. Tak berapa lama, ribuan polisi anti huru hara datang dan dengan menggunakan gas air mata serta mobil penyemprot air membubarkan aksi massa.

Sejumlah organisasi advokasi Muslim Uighur yang menjadi penduduk mayoritas di Xinjiang mengatakan bahwa aksi protes itu dipicu oleh kebijakan yang diskriminatif serta kontrol terhadap budaya dan agama yang dilakukan pemerintah Cina. Menurut Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Muslim Uighur yang berbasis di Jerman, ribuan pengunjuk rasa itu meminta penjelasan dan mendesak pemerintah pusat untuk menghentikan diskriminasi etnis.

"Kemarahan ini sudah berlangsung sejak lama," kata Raxit. Tapi tuntutan Muslim Uighur tidak pernah digubris oleh pemerintah Cina. Muslim Uighur yang jumlahnya lebih dari 8 juta orang di Xinjiang malah sering menjadi sasaran penangkapan aparat Cina. (ln/iol)

140 terbunuh di Xinjiang


Orang ramai melihat bas dan kereta yang terbakar di sebuah lebuh di bandar Urumqi, ibu negeri wilayah Xinjiang, semalam akibat rusuhan di bandar itu. - AFP


BEIJING 6 Julai - China hari ini menuduh puak pemisah Islam Uighur menggunakan senjata pisau dan kayu belantan ketika mengadakan rusuhan di wilayah bergolak di Xinjiang, menyebabkan sekurang- kurangnya 140 orang terbunuh dan lebih 800 yang lain cedera.

Rakaman mengenai rusuhan itu yang disiarkan semalam oleh rangkaian televisyen tempatan, CCTV menunjukkan beberapa orang lelaki memintas sebuah kereta polis dan memecahkan cermin tingkap kereta itu serta seorang wanita disepak sehingga terjatuh ke tanah serta bas dan kenderaan lain dibakar.

Laporan awal akhbar Xinhua menyatakan, sebelum itu, tiga orang penduduk asal Han China terbunuh dalam rusuhan keganasan tersebut.

Menurut laporan itu, jumlah orang awam dan pegawai polis yang terbunuh, masih belum dapat disahkan.

Pihak berkuasa berkata, kawalan keselamatan telah diperketatkan di sekitar kawasan Urumqi.

Jurucakap polis memberitahu AFP melalui telefon, situasi di bandar itu telah kembali tenang hari ini.

"Semua unit (polis) dan sukarelawan dikerah bagi membantu mengekalkan ketenteraman awam dan keamanan di sini,

"Mereka yang melanggar notis itu akan ditahan dan dihukum," lapor Hinxua, melalui notis yang dikeluarkan Kerajaan Urumqi.

Seorang saksi iaitu pemilik sebuah bar Han China berkata, perusuh telah menguasai bandar ini dan dianggarkan kira-kira 3,000 orang Uighur menyertai rusuhan itu dan sebahagiannya bersenjatakan pisau dan kayu belantan.

Kata pemilik itu, perusuh-perusuh itu telah merosakkan kereta, memecahkan cermin kereta dan cubaan untuk membakar bas.

"Semua pemilik kedai di jalan ini amat takut," katanya kepada AFP melalui telefon. - AFP

Muslim Tewas di Xinjiang Jadi 156 Orang

By Republika Newsroom
Selasa, 07 Juli 2009 pukul 05:30:00

Muslim Tewas di Xinjiang Jadi 156 Orang   DAYLIFE.COM
BEIJING -- Jumlah kematian akibat kekerasan polisi dalam bentrok etnik di daerah Xinjiang, China baratlaut, naik menjadi 156, dan kerusuhan meluas ke kota Kashgar, di mana polisi membubarkan sekitar 200 orang yang berusaha berkumpul, kata media pemerintah, Selasa.

Pemrotes yang marah dari kaum minoritas muslim Uighur turun ke jalan-jalan di ibukota wilayah itu, Urumqi, Minggu. Mulanya demo berjalan damai sampai kemudian muncul ribuan polisi anti huruhara dan mulai terjadi kerusuhan. Massa akhirnya menghancurkan kendaraan serta pertokoan. Bentrok dengan polisi antihuru-hara pun tak terhindarkan.

Akibat bentrokan itu 156 orang muslim tewas. Lebih dari 700 orang ditangkap karena dituduh berperan dalam kekerasan itu, kata kantor berita resmi Xinhua, namun penduduk setempat mengatakan kepada Reuters bahwa polisi melakukan operasi membabi-buta di daerah-daerah Uighur.

Lebih dari 20.000 polisi khusus dan bersenjata, pasukan dan pemadam kebakaran dikerahkan dalam penumpasan kekerasan di Urumqi, namun meski pengamanan diperketat, kerusuhan tampaknya meluas di wilayah bergolak itu.

Sekitar 200 orang yang "berusaha berkumpul" di masjid Id Kah di pusat kota Silk Road Kashgar dibubarkan oleh polisi pada Senin petang, kata Xinhua.

Polisi juga memperoleh "petunjuk" mengenai upaya-upaya untuk mengatur lagi kerusuhan di kota Aksu dan prefektur Yili, sebuah daerah perbatasan yang dilanda kerusuhan etnik pada akhir 1990-an.

Bersama-sama Tibet, Xinjiang merupakan salah satu kawasan paling rawan politik dan di kedua wilayah itu, pemerintah China berusaha mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan petumbuhan ekonomi dan kemakmuran.

Namun, penduduk minoritas telah lama mengeluhkan bahwa orang China Han mengeruk sebagian besar keuntungan dari subsidi pemerintah, sambil membuat warga setempat merasa seperti orang luar di negeri mereka sendiri.

Beijing mengatakan bahwa kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun ini, merupakan pekerjaan dari kelompok-kelompok separatis di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi minoritas muslim Uighur.

Kelompok-kelompok itu membantah mengatur kekerasan tersebut dan mengatakan, kerusuhan itu merupakan hasil dari amarah yang menumpuk terhadap kebijakan pemerintah dan dominasi ekonomi China Han. ant/afp


Muslim Uighur Sudah Lama Tertekan

By Michael Dillon, Sejarawan Islam di China
Rabu, 08 Juli 2009 pukul 05:47:00

Muslim Uighur Sudah Lama TertekanBBC/AP

Tindak kekerasan di Xinjiang tidak terjadi tiba-tiba. Akar penyebabnya adalah ketegangan etnis antara warga Uighur Muslim dan warga Cina etnis Han.

Masalah ini bisa dirunut balik hingga beberapa dekade, dan bahkan ke penaklukan wilayah yang kini disebut Xinjiang oleh Dinasti Qing Manchu pada abad ke-18.

Pada tahun 1940-an, muncul Republik Turkestan Timur di sebagian Xinjiang, dan banyak warga Uighur merasakan itu menjadi hak asasi mereka.

Namun, kenyataannya, mereka menjadi bagian Republik Rakyat Cina pada tahun 1949, dan Xinjiang dinyatakan sebagai salah satu kawasan otonomi Cina dengan mengesampingkan fakta bahwa mayoritas penduduk di sana pada saat itu orang Uighur.

Status otonomi tidak tulus, dan meski Xinjiang dewasa ini dipimpin oleh gubernur dari kalangan warga Uighur, orang yang memegang kekuasaan riil adalah sekretaris jenderal daerah Partai Komunis Cina , Wang Lequan, yang orang Cina etnis Han.

Perpindahan warga


Di bawah pemerintahan Partai Komunis, terjadi pembangunan ekonomi yang sangat gencar, namun kehidupan warga Uighur semakin sulit dalam 20-30 tahun terakhir akibat masuknya banyak warga Cina muda dan memiliki kecakapan teknis dari provinsi-provinsi di bagian timur Cina.

Para migran ini jauh lebih mahir berbahasa Cina dan cenderung diberi lapangan pekerjaan terbaik. Hanya sedikit orang Uighur berbahasa Cina.

Tidak mengejutkan, ini menimbulkan penentangan mendalam di kalangan warga Uighur, yang memandang perpindahan orang-orang Han ke Xinjiang sebagai makar pemerintah untuk menggerogoti posisi mereka, merongrong budaya mereka dan mencegah perlawanan serius terhadap keuasaan Beijing.

Dalam perkembangan yang lebih baru, anak-anak muda Uighur terdorong untuk meninggalkan Xinjiang untuk mendapatkan pekerjaan di belahan lain Cina, dan proses ini sudah berlangsung secara informal dalam beberapa tahun.

Ada kekhawatiran khusus atas tekanan pemerintah Cina untuk mendoroang wanita muda Uighur pindah ke bagian lain Cina untuk mendapatkan pekerjaan. Dan, ini memperkuat kekhawatiran bahwa mereka akhirnya akan bekerja di bar atau klub malam atau bahkan pelacuran tanpa perlindungan keluarga atau masyarakat mereka.

Islam adalah bagian integral kehidupan dan identitas warga Uighur Xinjiang, dan salah satu keluhan utama mereka terhadap pemerintah Cina adalah tingkat pembatasan yang diberlakukan oleh Beijing terhadap kegiatan keagamaan mereka.

Jumlah masjid di Xinjiang merosot jika dibandingkan dengan jumlah pada masa sebelum tahun 1949, dan institusi keagamaan itu menghadapi pembatasan yang sangat ketat.

Anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak diizinkan beribadah di masjid. Demikian juga pejabat Partai Komunis dan aparat pemerintah.

Madrasah dibatasi


Lembaga-lembaga Islami lain yang dulu menjadi bagian sangat penting kehidupan kegamaan di Xinjiang dilarang, termasuk persaudaraan Sufi, yang berpusat di makam pendirinya dan menyediakan jasa kesejahteraan dan semacam kepada anggotanya.

Semua agama di Cina dikendalikan oleh Administrasi Negara untuk Urusan Agama, tapi pembatasan terhadap Islam di kalangan warga Uighur lebih keras daripada terhadap kelompok-kelompok lain, termasuk etnis hui yang juga muslim, tapi penutur bahasa Cina.

Ketatanya pembatasan itu akibat pertautan antara kelompok-kelompok muslim dan gerakan kemerdekaan di Xinjiang. Gerakan ini sangat bertentangan dengan posisi Beijing.

Ada kelompok-kelompok di dalam Xinjiang yang mendukung gagasan kemerdekaan, tapi mereka tidak diperkenakan mewujudkannya secara terbuka, sebab "memisahkan diri dari ibu pertiwi" dipandang sebagai penghianatan.

Pada dekade 1990-an, setelah ambruknya Uni Soviet dan munculnya negara-negara muslim independen di Asia Tengah, terjadi peningkatan dukungan terbuka atas kelompok-kelompok "separatis", yang memuncak pada unjukrasa massal di Ghulja pada tahun 1995 dan 1997.

Beijing menindas unjukrasa dengan penggunaan kekuataan luar biasa, dan para akitvisi dipaksa keluar dari Xinjiang ke Asia Tengah dan Pakistan atau terpaksa bergerak di bawah tanah.

Iklim ketakutan


Penindasan keras sejak digulirkannya kampanye "Strike Hard" (Gebuk Keras" pada 1996 mencakup kebijakan memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, pembatasan pergerakan orang dan tidak menerbitkan paspor dan menahan orang-orang yang didicurigai mendukung separatis dan anggota keluarga mereka.

Ini menciptakan iklim ketakutan dan kebencian sangat kuat terhadap pemerintah Cina dan warga Cina etnis Han.

Mengejutkan bahwa kebencian ini tidak meledak menjadi kemarahan publik, dan unjukrasa sebelumnya, tapi itu dampak ketatnya kontrol yang diberlakukan Cina atas Xinjiang.

Ada banyak organisasi kaum pendatang Uighur di Eropa dan Amerika Serikat. Dalam banyak kasus mereka mendukung otonomi sejati bagi kawasan tanah asal mereka.

Di masa lalu, Beijing juga mempersalahkan Gerakan Islami Turkestan Timur memicu kerusuhan, meski tidak ada bukti bahwa gerakan ini pernah muncul di Xinjiang.

Aparat di Beijing tidak bisa menerima bahwa kebijakan mereka sendiri di Xinjiang mungkin penyebab konflik, dan berupaya mempersalahkan orang luar yang mereka tuding memicu tindak kekerasan. Itu juga terjadi dalam kasus Dalai Lama dan Tibet.

Kalau pun organisasi pelarian Uighur ingin menggerakan kerusuhan, tentu sangat sulit bagi mereka untuk melakukannya, dan ada banyak alasah lokal menjadi penyebab kerusuhan tanpa perlu ada campur tangan dari luar. bbc/ahi


No comments:

Post a Comment

silakan komen dan beri pandangan anda untuk kebaikan semua!!